Achmad Baidowi selaku pimpinan rapat Baleg DPR telah mengetok palu tanda setuju bahwa pihaknya menentang putusan MA dan lebih memilih mengikuti putusan MA.
Baca juga: Mengapa Muncul Peringatan Darurat Indonesia di Tengah Isu DPR Tolak Putusan MK?
Perdebatan terjadi
Rapat Baleg DPR yang membahas putusan MK sebagai tindak lanjut revisi UU Pilkada diwarnai perdebatan antara partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan partai di luar koalisi ini.
Baleg DPR ngotot calon gubernur dan calon wakil gubernur dapat maju Pilkada bila berusia paling rendah 30 tahun.
Sementara calon bupati/calon wakil bupati dan calon wali kota/calon wali kota dapat maju Pilkada bila berusia paling rendah 25 tahun.
Kedua syarat batas usia minimal tersebut dihitung sejak pelantikan pasangan terpilih.
Menurut anggota Baleg DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman, DPR sebaiknya merujuk putusan MA dalam menyepakati daftar inventarisasi masalah (DIM) revisi UU Pilkada.
Namun, penolakan datang dari anggota Baleg DPR Fraksi PDIP TB Hasanuddin.
Ia menyatakan, DIM seharusnya merujuk pada putusan MA karena yang akan maju merupakan calon gubernur, maka pembatasan usia harusnya dipatok saat penetapan.
“Jadi teorinya karena calon, ya waktu pendaftaran, penetapan, daftar dan kemudian ditetapkan. Menurut hemat kami, saya baru membaca dan logikanya masuk,” katanya dikutip dari Antara, Rabu.
Dalam argumennya, Hasanuddin juga membandingkan DIM lainnya, yaitu DIM nomor 68.
“Dalam DIM Nomor 68 calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1). Jadi calon, calon, calon, kita belum bicara bupati dan gubernur terpilih,” tandasnya.
Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Supratman Andi Atgas sebagai perwakilan pemerintah yang hadir dalam Rapat Baleg DPR menyatakan, pemerintah mengikuti kesepakatan Baleg DPR terkait revisi UU Pilkada.
Itu artinya, pemerintah sepakat apabila batas usia minimal seseorang maju sebagai kepala daerah dihitung ketika pelantikan, bukan penetapan pasangan calon sebagaimana diputuskan oleh MK.
“Kami dari pemerintah ikut saja dari apa yang menjadi kesepakatan teman-teman di parlemen,” katanya.