Setelah itu buru-buru ia membawa kain merah tersebut ke rumah Ibu Fat. Begitu diserahkan, Kustaryo langsung pergi lagi. Bahkan ketika bendera itu dikibarkan pada saat proklamasi, ia pun tidak tahu.
“Setelah itu saya lalu pergi dari Jakarta, kembali bergabung dengan rekan-rekan pejuang lain. Maklum waktu itu tentara Jepang yang bersenjata masih banyak berkeliaran. Belum lagi pasukan Inggris,” kenangnya.
Selang beberapa tahun kemudian, suatu hari Kustaryo ketemu Ibu Fat lagi di Yogyakarta. Iseng-iseng ia bertanya apakah bendera pusaka yang dikibarkan pada saat proklamasi tersebut adalah bendera yang kain merahnya pemberian dia dulu.
“Bu Fat menjawab, benar! Kain merah yang saya jahit itulah pemberian Saudara. Saudara memang sungguh berjasa. Terima kasih ... saya sampai lupa,” begitu jawaban Ibu Fat seperti yang ditirukan Kustaryo.