Syamsul tidur dalam ruangan bersama satu rekannya. Longsor terjadi sekira pukul 04.00 Wita. "Karena posisi setengah sadar, makanya tidak siap," terangnya.
Ketika terjadi guncangan, Syamsul segera berlari menyelamatkan diri. Kondisi gelap dan becek membuatnya jatuh bangun mencari area untuk menyelamatkan diri. "Pokoknya baku cakar, tidak tahu mau kemana, yang jelas saya harus keluar dari situ," ungkapnya.
Saat berusaha menyelamatkan diri, Syamsul tersandung hingga akhirnya tertimpa timbunan tanah dan bebatuan. Di tengah timbunan tanah itu, ia mengaku beberapa saat tak sadarkan diri. "Mungkin ada sekitar beberapa detik tidak sadar," timpalnya.
Tak lama berselang, kesadarannya kembali pulih, dan hanya melihat kegelapan. "Saya berusaha bongkar tanah yang menimpa saya," kata dia.
Usahanya itu membuahkan hasil, ia berhasil keluar dari reruntuhan. Syamsul mengenang suasana begitu mencekam. Ada banyak teriakan meminta pertolongan, ada pula suara orang-orang menangis. "Namun saat itu semua sibuk mencari tempat yang aman dulu," ujarnya.
Setelah longsor selesai, baru kemudian Syamsul mencari 11 rekan-rekannya yang lain. "Satu-persatu mereka datang," ujarnya. Dari total 11 rekannya itu, satu orang tak selamat. Yakni Alfian Mamonto yang juga berasal dari Modayag. (gob/pin/max/tribungorontalo.com)
8 Jam Terjebak di Lubang
NOFRIANTO Suleman (27) dan Zulpin Radjalawo (27), dua di antara korban selamat longsor di pertambangan emas Suwawa, Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Keduanya bertahan hidup hanya bermodalkan air setengah botol dan kekuatan doa.
Dua warga Desa Tulabolo, Kecamatan Suwawa Timur, itu awalnya masuk ke dalam lubang untuk menambang pada Sabtu (6/7/2024) sekira pukul 21.00 Wita. Dua jam setelahnya longsor pun terjadi.
Mereka lantas terjebak di dalam lubang tambang karena pintu masuk tertimbun material longsor. "Saat kami ingin keluar dari lubang tambang di malam hari, tiba-tiba longsor menutup jalan keluar. Jadi kami pasrah, tinggal menunggu bantuan," kata Nofrianto saat ditemui di kediaman Kepala Desa Tulabolo, Senin (8/7/2024).
Selama 8 jam itu, Nofrianto dan Zulpin harus bertahan hidup di dalam kegelapan dan kesempitan. Mereka berbagi air kemasan. “Kami hanya punya setengah botol air. Kami harus menghematnya, minum sedikit demi sedikit agar tidak kehabisan tenaga,” lanjut Nofrianto.
Mereka berteriak minta tolong. Namun suara hanya menggema. Situasi penuh ketidakpastian dan ketakutan itu, kedua remaja ini memutuskan untuk berwudhu. “Kami berwudhu dengan air yang mengalir dari luar dan masuk ke dalam lubang. Kami pasrahkan semuanya kepada Allah,” tutur Nofrianto.
Setelahnya mereka sempat tertidur dengan posisi duduk di dalam lubang tambang berukuran 1 x 1 meter tersebut. Namun tidur mereka tak nyenyak. Sesekali terdengar gemuruh guntur dan longsor dari dalam lubang.
Saat mereka tertidur, kedua pemuda itu juga sempat mendengar suara teriakan dari luar lubang. Teriakan itu memberikan semangat keduanya untuk bertahan hidup. Sebab, mereka optimistis pertolongan akan datang.
"Ada sempat terdengar suara dari luar memanggil nama kita berdua. Tadinya tenaga kita sudah lemah, jadi bangkit lagi karena suara panggilan itu," kenang Nofrianto.