Selama hidup sendiri, Mbah Semi bekerja membuat opak dengan upah seikhlasnya. Paling sering, dia mendapat Rp 5000 untuk sehari.
Uang itu, hanya cukup ia gunakan untuk membeli beras.
“Ini tadi pulang dari membuat opak, upahnya seikhlasnya, kadang sehari Rp 5.000 untuk beli beras," kata Mbah Semi melansir Kompas.
Mbah Semi hanya tinggal seorang diri setelah anak laki-lakinya meninggal dunia, di rumah berukuran 4x6 meter itu.
Di rumah yang serba tidak ada apa-apanya itu, Mbah Semi juga kadang kehujanan jika sudah musimnya.
“Kadang masak di situ kalau hujan. Biasanya masak di depan pintu kalau tidak hujan,” imbuh dia.
Mbah Semi dan Mensos Risma. Inilah Sosok Mbah Semi yang Nasibnya Bikin Mensos Risma Menangis. (kolase Kompas.com)
Di samping kiri rumah Mbah Semi, terdapat bekas reruntuhan dinding batu bata bangunan rumah lamanya yang sudah lama ambruk karena sudah tua.
Sebagian dindingnya digunakan sebagai dinding dapur yang kondisinya sangat mengkhawatirkan karena atap dapur tersebut juga sudah lapuk. Sebagain gentingnya bahkan sudah berjatuhan.
Di ujung ruang, terdapat kamar mandi yang terlihat berantakan dengan kondisi lantai yang becek.
”Kalau mau ke belakang ada airnya itu baru saya isi kebetulan sanyo tetangga nyala. Kalau tidak nyala ya mencari air di rumah tetangga,” katanya.
Di meja kecil tampak tempat nasi yang di dalamnya berisi nasi dingin. Semi mengaku belum memasak karena tak memiliki uang untuk membeli beras.
“Itu nasi dikasih tetangga kemarin. Hari ini belum masak karena beras habis, mau ngutang ke toko di depan sana,” kata dia.
Sudah beberapa hari ini Mbah Semi mengaku melihat para tetangga menerima kertas kupon daftar sebagai penerima beras miskin 10 kilogram.
Bantuan itu akan diberikan dari bulan Januari hingga bulan Juni mendatang. Sayangnya nama Mbah Semi tak tercantum di data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) sebagai salah satu penerima beras bagi warga miskin.
“Tetangga sudah menerima kupon katanya mau dapat beras 10 kilogram. Nama saya juga tidak ada,” ucapnya lirih.
Semi mengaku, namanya tak dimasukkan dari daftar penerima bantuan beras.
Selain bekerja sebagai pembuat kerupuk beras, dia juga mengharap bantuan tetangga untuk makan sehari-hari.
“Kadang kalau selamatan dikasih berkat, kalau tidak yang ngutang di toko yang ada di perempatan sana. Paling I kilogram itu isinya tiga kaleng bisa untuk makan beberapa hari,” katanya.
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id
Baca Berita Lainnya di: Google News
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya