TRIBUNMANADO.CO.ID, Jakarta - Langkah Partai Gerindra mendorong Ridwan Kamil bukan Kaesang Pangarep di Pilkada Jakarta 2024 dinilai cukup bijaksana di tengah isu nepotisme keluarga Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Putusan Mahkamah Agung soal syarat usia kepala daerah dan wakil kepala daerah 30 tahun saat pelantikan telah dianggap sebagian pengamat politik untuk karpet merah putra Jokowi, Kaesang menuju Pilkada Jakarta.
Pengamat politik Rocky Gerung menyatakan Presiden terpilih sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto cukup bijaksana menghadapi isu nepotisme Istana yang dihubungkan Pilkada Jakarta.
Dikutip dari YouTube ILC Kamis 6 Juni 2024, Rocky setuju Prabowo tidak mengusung Kaesang maju Pilkada Jakarta. Diketahui Gerindra mendorong Ridwan Kamil bertarung di Pilkada Jakarta 27 November 2024.
Putusan MA terkait syarat umur calon kepala daerah dan wakil kepala daerah telah menjadi polemik di publik.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berharap ada aturan yang tegas soal implementasi putusan pengadilan.
Baca juga: Survei Top of Mind Pilkada Jabar 2024: Syarat Dedi Mulyadi Jadi Gubernur
Hal itu kata Titi agar putusan pengadilan di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, tak lagi menjadi alat politik.
Adapun hal itu berkaca atas terbitnya produk hukum yang kontroversial, seperti Putusan MK 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden.
Serta yang terbaru Putusan MA 23 P/HUM/2024 tentang syarat batas usia pencalonan kepala daerah.
"Jadi sangat disayangkan bukan hanya terjadi yudisialisasi politik keterlibatan pengadilan yang makin dalam pada pengaturan Pemilu. Tapi ada kecenderungan yang sangat kuat untuk mempolitisasi pengadilan," kata Titi kepada Tribunnews, Kamis (6/6/2024).
Menurutnya yang menjadi keprihatinan pada akhirnya para pemangku kepentingan sulit mendapatkan kepastian hukum.
"Kepastian hukum menjadi tidak bisa ditegakkan dengan baik akibat pihak yang berusaha untuk mencapai kepentingannya melalui upaya yudisialsasi politik yang bernuansa politik," terangnya.
Atas hal itu ia berharap ada aturan yang tegas terkait aturan implementasi putusan pengadilan.
"Harus ada aturan yang tegas soal bagaimana mengimplementasikan dampak dari putusan pengadilan terhadap jalannya tahapan Pemilu. Agar pengadilan tidak menjadi alat politik," tegasnya.
(Tribunnews.com Rahmat W Nugraha)