Ia menambahkan jika berdasarkan undang-undang nomor 22 tahun 2017 tentang jasa konstruksi, pada pasal 54 terkait mutu.
Kata dia, di LPSE proyek ini jelas tertulis bahwa pembangunan pasar Bersehati yang baru dengan pagu anggaran Rp 60 milyar.
"Tapi kenyataan di lapangan itu beda, bukan pembangunan baru tapi rehabilitasi bangunan pasar Bersehati," kata dia.
"Hanya dua atau tiga bangunan yang baru. Sisanya itu semua rehabilitasi dan tidak dibangun baru,' ujarnya.
Harianto mengatakan jika dalam LPSE ditulis proyek rehabilitasi dan yang dibangun adalah bangunan baru, tentunya yang rugi adalah pelaksana.
Tetapi bila di LPSE tertulis proyek bangun baru dan yang dilaksanakan adalah rehabilitasi tentu yang rugi adalah negara.
"Maka dari itu ada indikasi korupsi di sini. Karena bisa saja berpotensi merugikan negara," tegas dia.
Tak hanya itu, Harianto menegaskan jika antara rehabilitasi dan pembangunan baru adalah dua kegiatan yang berbeda.
Harianto juga menuturkan tentang Peraturan Presiden (Perpres) 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Pada pasal 51 dari Perpres nomor 16, tahun 2018 ini dijelaskan tentang tender.
"Berdasarkan Perpres ini sudah jelas tertulis bahwa yang memasukkan penawaran proyek minimal tiga perusahaan. Tapi dalam proyek ini hanya satu saja," ujarnya.
Selain itu juga, Harianto kembali menjelaskan tentang peraturan menteri (Permen) PUPR nomor 14 tahun 2020, yang membahas tentang standar dan pedoman pengadaan jasa konstruksi dari penyedia.
Yang di mana didalam pasal 73 juga mengatakan jika harus ada tiga pihak yang ikut dalam tender satu proyek.
"Bila sudah ada tiga penawar dalam suatu proyek maka proses tender ini bisa dilanjutkan. Tapi yang terjadi di proyek pasar Bersehati ini justru aneh," katanya lagi.
Ia menegaskan jika proyek pasar Bersehati Manado mulai dari proses tender hingga pembangunan berpotensi melanggar undang-undang.