"Sehingga, tidak ada lagi alasan untuk waswas bahwa seandainya HRS kembali mengadakan keramaian, keramaian itu akan menyebarluaskan COVID 19," katanya.
Begitu pula, kata Reza, jika dikaitkan dengan kasus keonaran di media sosial.
Menurutnya sangat gampang bagi negara memantau media sosial setiap warganegara.
"Di mana pun HRS berada, termasuk di Tanah Suci sekali pun, alat-alat negara punya teknologi agar selalu bisa memonitor (dari jauh namun melekat) kekacauan apa yang terjadi di media sosial akibat perbuatan HRS.
Seandainya ada keonaran di media sosial, dan itu akibat kelakuan HRS, ya ringkus saja," ujar Reza.
"Terakhir, Penelitian menyimpulkan faktor-faktor utama yang menjauhkan seseorang dari perbuatan pidana berulang.
Yaitu, ikatan keluarga yang erat, aktivitas yang mengaktualisasi diri si mantan napi, pengakuan dari publik,
adanya harapan dan perasaan mampu menunjukkan kiprah produktif, serta perasaan memiliki makna dan tujuan dalam hidup.
Itu semua diistilahkan sebagai faktor pelindung atau protective factors," paparnya.
Baca juga: Pantas Habib Rizieq Shihab Bisa Bebas Padahal Masa Tahanan Usai 2024, Ternyata Wanita Ini Jaminannya
Dari situ, Reza mengaku bertanya lagi ke Kemenkumham.
"Apakah pernah mengecek ada tidaknya lima faktor protektif tersebut pada diri HRS.
Kalau ternyata tidak pernah dicek, maka alih-alih waswas terhadap HRS, saya justru menilai negaralah yang khawatir secara sangat berlebihan,
untuk tidak mengatakan paranoid, terhadap HRS," ujar Reza.
"Negaralah yang membuat risau karena tidak adil dalam menilai mantan napi," tutup Reza.
Baca juga: Anies Baswedan Umumkan Cawapres Sepulang Umrah, Tim 8 KPP Telah Serahkan Nama Kandidat Terpilih
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com