Di tengah - tengah kondisi mencekam itu, humor terdengar sana sini.
"Napa PBB somo turung kata," celetuk seorang pria yang disambut tawa beberapa wanita.
"Ele Pemkot belum datang no PBB," sambung seorang pemuda.
Humor dalam suasana banjir itu, menurut Niko, aparat kelurahan tersebut, dikarenakan warga sudah menganggap banjir sebagai saudara kandung.
"Banjir di sini sudah tak bisa dihitung lagi," kata dia.
Ia mengestimasi banjir besar dan kecil dalam setahun bisa mencapai puluhan kali.
"50 kali?" tanya Tribun.
"Bisa," jawabnya.
Sebut dia, banjir terakhir terjadi bulan lalu.
Tak separah kali ini.
Dalam buku sejarah banjir kampung argentina, ia menyebut, banjir kali ini masik kategori sedang.
Banjir terparah, terjadi pada 15 Februari 2014 lalu.
"Kala itu air lewat tiang listrik, anda bayangkan saja," kata dia.
Ia berpendapat, seringnya kampung itu kebanjiran karena posisinya di samping sungai serta di dataran rendah.
Daerah keliling kampung itu memang berada di dataran tinggi.