“Sudrajad Dimyati menerima sekitar sejumlah Rp 800 juta yang penerimaannya melalui Elly,” tutur Firli.
Menurut Firli, Yosep dan Eko berharap suap yang telah pihaknya bayarkan bisa membuat Majelis Hakim MA mengabulkan putusan kasasi yang menyatakan koperasi simpan pinjam Intidana pailit.
Meski demikian, saat operasi tangkap tangan (OTT), KPK mengamankan uang 205.000 dolar Singapura dan Rp 50 juta.
“KPK menduga Desi dan kawan-kawan juga menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di Mahkamah Agung dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh Tim Penyidik,” ujar Firli.
Atas perbuatannya, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan melanggar Pasal Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
“Penyidik menetapkan 10 orang sebagai tersangka, SD hakim agung MA,” kata Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (23/9/2022).
Menurut Ketua KPK Firli Bahuri, Panitera Pengganti Mahkamah Agung Elly Tri Pangestu dan Desy Yustria selaku pegawai negeri sipil (PNS) pada Kepaniteraan MA yang dibekuk dalam OTT ditahan di rumah tahanan (Rutan) KPK di Gedung Merah Putih.
Kemudian, Muhajir Habibie selaku PNS pada Kepaniteraan MA, lalu Yosep Parera dan Eko Suparno sebagai pengacara, ditahan di Polres Metro Jakarta Pusat.
Lalu, seorang PNS di MA, Albasri, yang ditangkap dalam OTT KPK ditahan di Polres Metro Jakarta Timur.
Sedangkan Sudrajad, PNS di MA bernama Redi, serta Heryanto dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) belum ditahan.(*)
Telah tayang di TribunJogja.com