Peneliti Mikrobiologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sugiyono Saputra, dikutip dari voaindonesia.com mengatakan manusia bisa kena penyakit yang asalnya dari hewan karena proses interaksi yang terjadi.
Proses transmisinya itu ketika melakukan pengolahan ataupun ketika melakukan perburuan hewan liar. "Ketika hewan itu sudah dimasak, matang, misalkan di suhu 100 derajat celsius, sampai mendidih selama satu jam, dia secara teoritis bersih, tidak ada patogen," kata Sugiyono Saputra.
Risiko Tinggi Transmisi Penyakit Zoonosis
Penelitian Ageng Wiyatno (2017) berjudul “Interaksi Kelelawar dan Manusia: Potensi Zoonotik di Indonesia”, menemukan satwa liar seperti kelelawar memiliki kandungan jumlah virus yang tinggi. Total virus yang ditemukan pada seluruh spesies kelelawar berjumlah 61 jenis virus.
Menurut Ageng, saat ini bahkan lebih dari 248 virus baru telah berhasil diisolasi atau terdeteksi pada kelelawar selama 10 tahun terakhir dan beberapa virus tersebut memiliki potensi zoonosis cukup besar, sebagai contoh adalah virus dari keluarga Coronaviridae, Herpesviridae, Paramyxoviridae, Adenovirus, dan Astrovirus.
Penyakit zoonosis lain yang menyebar dari inang hewan liar ke populasi manusia termasuk Virus West Nile, SARS (sindrom pernapasan akut yang parah), MERS (sindrom pernapasan Timur Tengah) dan sekarang, Covid-19.
Dikutip dari laman repository.pertanian.go.id, Survey Triangulasi Pada Hewan Domestik Di Pulau Sulawesi 2016 yang dilakukan Balai Besar Veteriner Maros dan Food and Agriculture Organization (FAO) Emergency Centre for Transboundary Diseases (ECTAD) Indonesia bahkan mendapatkan hewan domestic lain seperti babi juga terdeteksi memiliki lima family virus seperti Influenza (HPAI, Human Flu, Paramyxovirus (Nipah, Hendra), Coronavirus (SARS, Mers Cov), Filovirus (Ebola), dan Flavivirus (JE). Contoh zoonosis hewan domestik lain termasuk penyakit bakteri E.coli dan toksoplasmosis.
Populasi target dalam penelitian ini adalah hewan domestik yang diternakkan yakni sapi, kerbau, kuda, babi, kambing yang memiliki keterkaitan yang tinggi dengan satwa liar. Berdasarkan hasil penelitian di Provinsi Sulawesi Utara, daerah ini memiliki risiko tinggi terhadap penularan penyakit satwa liar ke ternak domestik dan manusia.
Hal tersebut dimungkinkan karena keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Sulawesi Utara.Berbagai jenis satwa liar mulai dari anoa, babi rusa, babi hutan, yaki, kuskus, tarsius, kelelawar, tupai tikus, soasoa, burung rangkong, serta burung Maleo. Di samping itu adanya kultur beberapa kelompok masyarakat yang mengkonsumsi daging dari satwa liar.
Christian Walzer is Executive Director, Health, in the Global Conservation Program of the WCS (Wildlife Conservation Society), dikutip dari Live Science menyebut zoonosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit yang menyebar dari hewan ke manusia.
Zoonosis dapat ditularkan melalui kontak fisik langsung, melalui udara atau air, atau melalui inang perantara seperti serangga. Seringkali patogen zoonosis ini tidak mempengaruhi hewan di mana mereka tinggal, tetapi mereka dapat menimbulkan risiko yang sangat besar bagi manusia yang tidak memiliki kekebalan alami terhadap mereka.
Menurut Walzer, pandemi Covid-19 memberikan pengingat yang jelas bahwa menangani atau melakukan kontak dekat dengan satwa liar, bersama dengan bagian tubuh dan atau ekskresi mereka seperti darah, ludah, dan urin (campuran kuat yang membuat pasar basah namanya), menimbulkan risiko penyebaran patogen yang mereka inang dan pelihara di alam, dan itu dapat menyebabkan infeksi zoonosis.
Walzer menyebut secara global, zoonosis bertanggung jawab atas sekitar 1 miliar kasus penyakit manusia dan jutaan kematian manusia setiap tahun. Sekitar 60 persen dari penyakit baru yang dilaporkan secara global dianggap sebagai zoonosis, dan 75 persen patogen manusia baru yang terdeteksi dalam 30 tahun terakhir berasal dari hewan, kata Walzer
Walzer mengatakan membatasi kemungkinan kontak antara manusia dan hewan liar adalah cara paling efektif untuk mengurangi risiko munculnya penyakit zoonosis baru. Ini harus mencakup penutupan pasar hewan hidup yang menjual satwa liar, memperkuat upaya untuk memerangi perdagangan satwa liar di dalam negara dan lintas batas, dan bekerja untuk mengubah perilaku konsumsi satwa liar yang berbahaya.
Anang Setiawan Achmadi, staf dari Pusat Penelitian Biologi LIPI dikutip dari laman LIPI mengatakan banyak faktor yang dapat memicu penyakit hinggap pada hewan, bahkan satwa liar yang bebas di alam sekalipun, apalagi dalam kondisi terkurung. Penyakit dapat menyerang terutama pada kondisi satwa yang lemah, stres, lingkungan yang kotor, serta perawatan satwa yang kurang baik.