- Ketua Umum Partai Golongan Karya (2004 – 2009)
- Wakil Presiden Republik Indonesia (2004 – 2009)
- Wakil Presiden Republik Indonesia (2014 – 2019)
Karier politiknya sudah dimulai sejak ia baru lulus kuliah. Ia berhasil menjadi Anggota DPRD Sulawesi Selatan dari Partai Golkar pada 1967 sampai 1968.
Tahun 1968 Jusuf Kalla diangkat oleh ayahnya, Hadji Kalla untuk memimpin perusahaan milik keluarga, PT. Hadji Kalla.
Di bawah kepemimpinannya, perusahaan tersebut berkembang pesat. PT. Hadji Kalla yang semula hanya bergerak di bidang ekspor dan impor saja meluaskan bidang usahanya menjadi perusahaan konstruksi, kendaraan, transportasi, real estate, dan lain-lain (2).
Jusuf Kalla kembali melanjutkan kuliahnya di bidang administrasi bisnis. Ia terbang ke Prancis untuk kuliah di European Institute of Business Administration Fountainebleu dan lulus pada tahun 1977.
Ia kemudian melanjutkan kariernya di dunia politik. Pada 1982, Jusuf Kalla berhasil menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Partai Golkar. Ia menjadi anggota MPR sampai tahun 1999.
Ketika namanya sudah terkenal sebagai pengusaha ternama di Sulawesi Selatan, ia ditunjuk oleh Presiden Abdurrahman Wahid untuk menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag).
Jusuf Kalla menjadi menteri di pemerintahan Abdurrahman Wahid sejak 1999 sampai 2000.
Namanya kembali ditunjuk sebagai menteri di era Presiden Megawati Soekarnoputri.
Ia didapuk sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan atau Menkokesra dari tahun 2001 sampai 2004.
Tahun 2004, Jusuf kalla dirangkul oleh Susilo Bambang Yudhoyono menjadi calon wakil presiden mewakilinya di kontestasi Pemilu 2004.
Keduanya kemudian terpilih, Susilo Bambang Yudhoyono dilantik sebagai Presiden Indonesia ke-6 sedangkan Jusuf Kalla dilantik sebagai Wakil Presiden Indonesia yang ke-10.
Selama menjabat sebagai wakil presiden mendampingi SBY, Jusuf Kalla menjadi tokoh penting dalam mendamaikan beberapa wilayah yang tengah berkonflik.
Jusuf Kalla berhasil mendamaikan pihak-pihak yang berkonflik dalam kerusuhan Poso dan Ambon, Ia juga menjadi salah satu inisiator perdamaian konflik di Aceh antara pemerintah dan kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) melalui perjanjian Helsinki pada 2005.
Dalam pemilu selanjutnya, Jusuf Kalla maju sebagai kandidat calon presiden didampingi oleh Wiranto sebagai calon wakil presiden. Mereka diusung oleh Partai Golkar dan Hanura.
Namun keduanya kalah dari Pasangan SBY dan Boediono, di mana SBY merupakan calon petahana saat itu.
Dalam kontestasi Pemilu selanjutnya, pada tahun 2014, nama Jusuf Kalla muncul kembali. Ia dirangkul oleh Joko Widodo yang saat itu diusung sebagai calon presiden oleh Partai PDI Perjuangan.
Keduanya akhirnya terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Jusuf Kalla sendiri terpilih sebagai Wakil Presiden untuk yang kedua kalinya.
Joko Widodo dan Jusuf Kalla berhasil mengalahkan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, dengan perbandingan suara 53,15% : 46,85% untuk kemenangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Kariernya yang cemerlang di dunia usaha juga membuatnya pernah dipilih untuk memimpin berbagai organisasi.
Di antaranya adalah Ketua Kamar Dagang dan Industri Daerah (Kadinda) Sulawesi Selatan (1985 – 1997), Ketua Dewan Pertimbangan KADIN Indonesia (1997 – 2002), Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Sulawesi Selatan (1985 – 1995), Wakil Ketua ISEI Pusat (1987 – 2000), Dewan Penasihat ISEI Pusat (2000 – sekarang).
Di dunia Pendidikan, Jusuf Kalla juga menjadi ketua Yayasan Pendidikan Hadji Kalla yang membawahi TK, SD, SMP, SMA Athirah, Ketua Yayasan Pendidikan Al-Ghazali, Universitas Islam Makassar.
Jussuf Kalla juga menjabat sebagai Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) yang ke-12 sejak 22 Desember 2009 sampai sekarang.
Jusuf Kalla juga menjadi Ketua Dewan Penyantun (Trustee) di berbagai universitas, misalnya Universitas Islan Negeri (UIN) Makassar, Universitas Hasanuddin (UNHAS), Universitas Negeri Makassar (UNM), Institut Pertanian Bogor (IPB), Ketua Dewan Pembina Yayasan Wakaf Paramadina, serta Ketua Ikatan Keluarga Alumni UNHAS.
Di bidang keagamaan, Jusuf Kalla dikenal sebagai Mustasyar Nahdlatul Ulama Wilayah Sulawesi Selatan. Ia melanjutkan tugas sang ayah yang semasa hidupnya menjadi bendahara NU Sulawesi Selatan dan bendahara Masjid Raya yang bersejarah di Makassar.
Di dunia olahraga, Jusuf Kalla juga sempat menjadi Ketua Persatuan Sepak Bola Makassar (PSM) selama 10 tahun (1980 – 1990).
Ia juga pernah menjadi pemilik klub sepak bola Makassar Utama (MU) pada tahun 1985 sampai 1992.
Dari berbagai bidang pekerjaan yang ditekuninya, Jusuf Kalla menjadi salah satu pengusaha terkaya di Sulawesi Selatan.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2914, kekayaan Jusuf Kalla mencapai Rp 465 miliar dan US$ 1.058.564.
Penghargaan
- Bintang Republik Indonesia Adipura (2004)
- Bintang Mahaputra Adipura (2004)
- Doktor Honoris Causa dari Universitas Malaya, Malaysia (2007)
- Doktor Honoris Causa daru Universitas Soka, Jepang (2007)
- Commander de I’Order de Leopold dari Kerajaan Belgia (2009)
- Doktor Honoris Causa dari Universitas Pendidikan Indonesia (2011)
- Doktor Honoris Causa dari Universitas Hasanuddin, Makassar (2011)
- Doktor Honoris Causa dari Universitas Brawijaya, Malang (2011)
- Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia, Depok (2013)
SUMBER: PBNU Trending usai Politisi Demokrat Usulkan Jusuf Kalla sebagai Calon Ketua Umum Hadapi Said Aqil,