"Pengambilan tubuh jenazah itu kita periksa lagi ke ahli DNA forensik. Kalau memang butuh pemeriksaan sidik jari ke ahli fingerprint forensik. Kalau dia diracun kita ke toksikologi forensik," ujar dr Hastry.
Setelah memeriksa sidik jari, dr Hastry mencurigai adanya bukti jejak pelaku pada kuku korban Amalia.
Bukti pada kuku Amalia ini menunjukkan dugaan kalau korban sempat melakukan perlawanan kepada pelaku pembunuhan sebelum dihabisi.
"Sambil memeriksa sidik jari, kita lihat juga tanda-tanda di tubuhnya.
Kalau ada perlawan, misalnya mencakar, memukul atau mencubit pelaku itu terlihat dari epitel yang tertinggal di kuku korban," ucap dr Hastry.
"Jari-jarinya sekalian diambil untuk diperiksa DNA-nya. Itu kita periksa lengkap," tambahnya.
Selain itu, dr Hastry pun mencocokkan pemeriksaan primer dan sekunder terkait jasad Amalia dan Tuti.
Untuk pemeriksaan sekunder, keluarga korban turut dicecar polisi untuk memastikan data pada tubuh Tuti dan Amalia.
"Karena identifikasi itu ada 2, primer dan sekunder. Primer itu dari gigi, sidik jari dan DNA.
Kalau sekunder itu dari data medis yang saya periksa semuanya. Ada tanda tato kah, bekas operasi, tanda lahir. Itu kita cocokkan dari keterangan keluarganya," kata dr Hastry.
Keluarga Korban Tuntut Keadilan
Di bagian lain, keluarga korban pembunuhan ibu dan anak di Subang menuntut keadilan setelah dua bulan kasus ini tak kunjung menemukan pelakunya.
Untuk kepentingan ini keluarga korban Tuti Suhartini dan Amalia Mustika mendatangi kantor pengacara Achmad Taufan Soedirjo dan Partner di Jakarta.
Di sana, Yoris Raja Amanullah, anak Tuti Suhartini dan Muhammad Ramdanu alias Danu, keponakan Tuti meminta bantuan pengacara untuk mendampinginya selama proses penyelidikan kasus Subang.
Permintaan itu pun disambut baik sang pengacara.