Selepas dari sini, Saiq hijrah ke Yogyakarta dan menimba ilmu di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta selama tiga tahun pada 1972-1975.
Setelah itu, ia melanjutkan kuliah di Arab Saudi.
Ia mendapatkan gelar sarjana dari Universitas King Abdul Azis, Jedddah Jurusan Ushuluddin dan dakwah pada 1980-1982.
Kemudian, dia melanjutkan studi masternya di Universitas Ummul al-Qura, Mekkah jurusan Perbandingan agama pada 1982-1987.
Masih di jurusan dan universitas yang sama, Saiq meraih gelar doktoral pada 1987-1994.
Setelah Gus Dur terpilih sebagai presiden pada tahun 1999, Saiq menjadi anggota MPR Fraksi Utusan Golongan dari NU hingga 2004, menggantikan posisi Gus Dur.
Selain itu, Saiq juga menjadi dosen Pascasarjana di UIN Jakarta, dosen pascasarjana di Unisma Malang dan dosen pascasarjana kajian timur tengah Universitas Indonesia Jakarta.
Said Aqil Siroj terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul 'Ulama (PBNU) periode 2010-2015 dalam Muktamar ke-32 Nahdlatul 'Ulama (NU) di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan.
Saat itu Said unggul dengan perolehan 294 suara dari rivalnya Slamet Effendi Yusuf yang mendapat 201 suara.
Sebelumnya, KH Sahal Mahfudz, terpilih menjadi Rais Aam PBNU.
Said Aqil Siradj Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul 'Ulama (PBNU) 2010-2015
Said Aqil Siraj dan Slamet maju ke putaran kedua setelah memperoleh masing-masing 178 suara dan 158 suara.
Keduanya dianggap memenuhi syarat untuk maju dalam putaran kedua pemilihan calon ketua umum PBNU.
Dalam tata tertib muktamar seorang calon harus mengumpulkan 99 suara untuk ditetapkan sebagai calon ketua umum.
Sementara itu, Sholahuddin Wahid (Gus Solah) hanya mendapatkan 83 suara, Ahmad Bagja (34), Ulil Absar Abdala (22), Ali Maschan Moesa (8), Abdul Aziz (7), Masdar Farid Mas’udi (6). Mereka gagal memperoleh angka 99 suara dari muktamirin sehingga tidak bisa mengikuti putaran kedua.