TRIBUNMANADO.CO.ID, Manado – Sejumlah perwakilan kapal ikan, Asosiasi Pengusaha Tuna Tradisional (Aspenat) dan Jaringan pengawas kebijakan pemerintah (JPKP) membawa keluhan masyarakat perikanan ke DPRD Kota Bitung, Rabu (6/10/2021).
Kelurahan itu terkait dengan keberadaan pembayaraan biaya tambat labuh kapal di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Aertembaga Bitung dan keberadaan biaya pas masuk di Pelabuhan Bitung.
Dalam rapat dengar pendapat umum, pimpinan dan anggota komisi II DPRD Bitung dipimpin Ketua Komisi II Erwin Wurangian, Wakil ketua DPRD Keegen Kojoh dan anggota Komisi Alexander Voke Wenas dan Erauw Sondakh.
Menurut sumber yang ikut hadir di DPRD Bitung, pemilik kapal mengeluhkan kenaikan harga labuh tambat di PPS Aertembaga Bitung hingga ratusan ribu rupiah per jam.
“Kami sangat keberatan dengan kenaikan ini, tambah lagi kapal kami saat ini belum total pergi melaut dari cuaca buruk dan tangkapan masih berkurang,” ujar sumber laki-laki di DPRD Bitung disela-sela pelaksanaan rapat dengar pendapat umum, Rabu (6/10/2021).
Sebelum mengalami kenaikan biaya labuh tambat Rp 4 ribu per 1 ekmal (24 jam) x panjang kapal. Saat ini Rp 500 x seperempat x panjang kapal.
Kemudian keluharan masyarakat perikanan, tentang kenaikan biaya pas masuk motor pertama dari Rp 1.000 jadi Rp 2.000, kemudian mobil dari Rp 2.000 ribu jadi Rp 6.000, kenaikan 200 persen.
Sementara itu menurut Decky Sompotan ketua Aspenat Kota Bitung, aspirasi yang disampaikan ke DPRD Bitung berasal dari masyarakat perikanan Bitung mengeluhkan beberapa regulasi yang ada di PP nomor 85 tahun 2021.
“Masalah kenaikan pembayaran tarif ini, menurut masyarakat pelaku perikanan kenaikannya cukup signifikan."
"Kenaikan ini sudah baku dalam PP nomor 85 tahun 2021, sudah baku, tidak bisa dibantah atau revisi karena sudah lalui kajian matang,” kata Decky Sompotan.
Menurut Decky Sompotan, kebijakan yang memberatkan sejumlah pemilik kapal perikanan yang setiap hari lego jangkar di Pelabuhan perikanan Samudera (PPS) Aertembaga Bitung, mau tidak mau suka tidak suka harus di ikuti walau berat.
Bagi pengusaha perikanan yang kapal ikannya sudah tidak berkegiatan melaut praktis tidak perlu membayar biaya lambuh tambat di PPS Bitung.
Namun jika masih beroperasi menangkap ikan wajib hukumnya bayar.
Tri Aris Wibowo Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Kota Bitung, mengatakan aspirasi dari masyarakat perikanan terkait biaya labuh tambat sudah dinegosiasikan secara internal dengan pihak terkait.
Selain itu ada juga keberatan terkait pas masuk ke PPS Bitung.
“Untuk pas masuk sudah tidak ada masalah lagi. Awalnya biaya pas per sekali masuk kena tarif oleh mereka yang rutin beraktivitas di dalam PPS. Saat ini kami pakai system pas berlangganan lebih murah,” tutur Tri Aris Wibowo.
Lanjut Tri Aris Wibowo, terkait dengan format pas berlangganan kepada masyarakat perikanan yang setiap jam dan setiap hari beraktivitas di PPS harus yang bersangkutan mendaftarkan ke pihak PPS.
Sementara kenaikan biaya tambat labuh, adalah PP yang ditandatangani pemerintah melalui Presiden sudah diawali dengan pembahasan oleh KSP, kementrian keuangan, Bapenas dan pihak terkait lainnya sehingga tidak bisa kalau tidak dilaksanakan.
Pihak PPS Bitung merupakan pihak yang sifatnya pelaksana, tidak bisa ambil kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan yang sudah ada.
“Terkait dengan keluhan dari masyarakat nelayan, dibicarakan untuk carikan solusi. Informasi yang masih kurang terkait ketentuan ini akan di sampaikan agar dipahami. Karena pemerintah mitra bantu masyarakat,” kata dia.
Dia jelaskan untuk biaya tambat labuh kapal di atas 5 Grosstone (GT) sampai 30GT, aturan baru sekarang per meternya, persepermpat ekmal (6 jam) rp 500.
Kalau kapal tambat labuh 10 meter, kemudian seperempat meternya Rp 500 selama enam jam berarti rp 500 dikalikan 10. Kalau 1 hari atau 24 jam berarti rp 5.000 dikalikan empat. (crz)
Tentang Bitung
Kota Bitung adalah salah satu kota di provinsi Sulawesi Utara.
Jarak dari Manado ke Manado Ibu kota Provinsi Sulut yakni 42,4 kilometer lewat Jalan Tol Manado - Bitung, atau sekitar 50 menit ditempuh dengan kendaraan roda empat.
Kota ini memiliki perkembangan yang cepat karena terdapat pelabuhan laut yang mendorong percepatan pembangunan.
Wilayah Kota Bitung terdiri dari wilayah daratan yang berada di kaki Gunung Dua Sudara dan sebuah pulau yang bernama Lembeh.
Kota Bitung terdiri dari 8 kecamatan dan 69 kelurahan, dengan luas wilayah 302,89 km² dan sebaran penduduk 730 jiwa/km².
Saat ini Kota Bitung dipimpin Wali Kota Maurits Mantiri dan Wakil Wali Kota Hengky Honandar.
• Kematian Abock Potensial Dipolitisasi, Warga di Yahukimo Termakan Hoaks Picu Konflik Kemanusiaan
• Atlet Terjun Payung Sulut Catat Waktu Ketiga Tercepat Nomor Tandem Lintas Alam PON XX Papua
• Joune Ganda Lantik Pansel PUD Klabat dan PDAM Minut