Ishak mengungkapkan, peristiwa pembantaian itu berlangsung sangat cepat. Bahkan, sampai detik terakhir penembakan jenderal, dia masih belum percaya apa yang terjadi di depan matanya adalah nyata.
“Saya hanya sedikit tahu kalau Dewan Jenderal ini mau menggulingkan Pak Karno, sebagai pasukan pengawal presiden, Cakrabirawa berkewajiban menggagalkan itu,” terangnya.
Ishak mulai sadar, bahwa dirinya sudah terjebak masuk dalam pusaran gejolak politik yang maha dahsyat. Meski demikian, Ishak belum sepenuhnya paham skenario seperti apa yang akan menjeratnya setelah itu.
“Setelah itu lalu bubar, saya enggak tahu (Untung dan Latief) pada ke mana, saya ditinggal dengan pasukan-pasukan yang lain. Saya pulang sendiri dengan pembawa truk, sopir dan Soekitman itu tadi,” katanya.
Sesampainya di markas Cakrabirawa, tidak berselang lama datang pasukan tentara berpita putih. Ishak dilucuti dan langsung dijebloskan ke penjara tanpa dimintai keterangan apa pun.
“Saya ditahan belasan tahun tanpa pakai persidangan apa-apa, hanya sekali dimintai keterangan jadi saksinya Untung,” ujarnya.
Selama 14 hari, Ishak ditahan di LP Cipinang. Di sinilah neraka dunia yang dirasakan bagi pasukan Cakrabirawa yang tertangkap, tidak terkecuali Ishak.
“Saya diberi makan jagung rebus saja, tapi tidak pakai piring, langsung disebar di lantai, dituturi (dipunguti) satu-satu.”
Selain itu, siksaan yang dialami selama di Cipinang juga tak bisa diceritakan dengan rinci oleh Ishak.
Dari sorot mata dan mimik muka, Ishak tampak masih menyimpan trauma akan penyiksaan saat proses interogasi di sana. “Saya disuruh mengaku anggota ini, anggota itu, saya jawab enggak ngerti anggota, enggak ngerti partai, enggak ngerti apa-apa, gole (petugas) mukuli semaunya,” ungkapnya.
Setelah 14 hari, Ishak dan sejumlah anggota Cakrabirawa dipindah ke Salemba. Di sana dia menghabiskan 13 tahun lamanya dalam jeruji besi tanpa pernah mendapat peradilan yang layak.
Pasukan Cakrabirawa. (istimewa)
“Banyak yang mati karena makanan ngga cukup, banyak juga yang mati karena disiksa. Temen-temen saya (Cakrabirawa) sudah habis, di sel banyak yang mati, dibebaskan apalagi, sudah,” kata Ishak.
Belasan tahun Ishak menempati sel berukuran 4x1 meter bersama empat rekannya. Hingga akhirnya, Ishak dibebaskan pada 28 Juli 1977 bebarengan dengan ratusan ribu tahanan politik yang lain.