Sejarah Indonesia

Kisah Amir Sjarifuddin: Berkhianat Kudeta Soekarno, Pimpin Pemberontakan PKI Madiun, Dihukum Mati

Editor: Frandi Piring
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kisah Amir Sjarifuddin yang Berkhianat Ingin Kudeta Soekarno, Pimpin Pemberontakan Madiun, Dihukum Mati

Barulah pada 2008, pemugaran pusara Amir dapat dilakukan. Sebuah lembaga bernama Ut Omnes Unum Sint Institute memelopori pemugarannya, dengan terlebih dahulu melakukan pendekatan dengan warga setempat dan Komnas HAM.

Tujuh tahun kemudian, sejumlah aktivis di mana Yunantyo terlibat di dalamnya, pernah mencoba menggelar peringatan kemanusiaan untuk mengenang Amir Sjarifuddin dan "orang-orang yang terstigma" sejarah.

"Doa bersama lintas agama, tujuannya untuk menghapus stigma, yang melibatkan warga setempat," ungkap Yunantyo.

"Artinya peristiwa masa lalu itu sudahlah, jangan dibumbui hoaks, dengan stigma, dengan luka-luka yang terus diperuncing," tambahnya.

Pada tahun yang sama, Yunantyo bersama Perkumpulan masyarakat Semarang HAM (PMS-HAM) pernah memasang nisan di lokasi kuburan massal orang-orang dituduh simpatisan atau anggota PKI di Dusun Plumbon, Semarang, Jateng, dan berhasil.

Tetapi keinginan Yunantyo dkk untuk menggelar acara kemanusiaan serupa di makam Amir, ternyata, gagal. "Ada sekelompok massa yang menolaknya."

Di matanya, sosok Amir Sjarifuddin, bersama tokoh bangsa lainnya, memiliki peran dan jasa dalam perjalanan Indonesia, apapun ideologi maupun garis politiknya.

"Dan kenapa kita tidak bisa memaafkan dia [Amir Sjarifuddin] kalau dia dianggap salah. Toh dia belum tentu orang yang harus dimintai 'tanggung jawab' peristiwa Madiun 1948," katanya.

Amir Sjarifuddin pernah menjadi bagian dalam Kongres Pemuda II 1928 yang belakangan dikenal sebagai Sumpah Pemuda. "Di situ Amir punya andil," kata Yunantyo.

(Foto: Kisah Amir Sjarifuddin (tengah) yang Berkhianat Ingin Kudeta Soekarno, Pimpin Pemberontakan Madiun, Dihukum Mati (via Kompas.com)

Menjadi bendahara acara itu, Amir menjadi salah-satu wakil Jong Sumatra dan ikut membidani kelahiran organisasi Jong Batak.

Pada 1937, Amir mendirikan Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), yang berusaha membina segenap kekuatan-kekuatan antifasis dan prodemokrasi.

Belakangan, dia mengakui menerima uang dari pemerintah Belanda pada 1941 untuk "membiayai jaringan di bawah tanah" melawan invasi fasisme dan militerisme Jepang, tulis Ben Anderson dalam buku Revoloesi Pemuda, Pendudukan Jepang dan Pelawanan di Jawa 1944-1946 (1988).

Saat Jepang masuk, awal 1943, Amir ditangkap Kempetai Jepang dan dijatuhi hukuman mati, karena dianggap mengorganisasi gerakan gawah tanah - hukuman itu tidak pernah dijalankan setelah ada intervensi Sukarno-Hatta.

Halaman
1234

Berita Terkini