Hal ini juga dimiliki oleh spesies baru B. rotenbergae ini.
Tetapi seperti banyak hewan berpendar, hingga kini para ahli belum memahami kenapa mereka memiliki kemampuan tersebut.
Ada beberapa teori yang mengatakan bahwa fluoresensi adalah cara lain untuk memperingatkan predator agar waspada menggigit makanan beracun.
Tapi itu juga bisa menjadi alat yang berguna bagi kodok untuk mengenali satu sama lain, menurut Nunes.
• Bertemu Dua Menteri Sekaligus di Jakarta, Ini Kabar Gembira Buat Masyarakat Talaud
Racun kodok
Dilansir CNN, Rabu (28/4/2021), Nunes juga mengatakan bahwa B. rotenbergae memiliki racun, tetapi ancamannya terhadap manusia minimal.
"Manusia dapat menyentuh kodok ini dengan tangan kosong, tetapi jangan sampai menyentuh mata atau mulut kodok," tambah Nunes.
Kodok mengeluarkan racun yang disebut tetrodotoxin. Ini adalah racun yang sama yang ditemukan pada ikan fugo.
"Manusia bisa diracuni dengan menelan kodok atau jika luka terbuka mengenai kulit mereka," kata peneliti kodok Sandra Goutte, postdoctoral associate di New York University Abu Dhabi, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut.
Tidak diketahui berapa lama umur mereka atau berapa banyak di alam liar, tetapi Nunes memperkirakan ada beberapa ratus ekor di daerah tersebut.
Dia berharap untuk melakukan penelitian lebih lanjut pada katak oranye terang ini untuk mempelajari mengapa mereka berpendar dan memantau mereka untuk tujuan konservasi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Spesies Baru Katak Labu, Bisa Bersinar di Bawah Sinar UV tapi Beracun