RA Kartini

Sejarah Hari Kartini yang Diperingati Setiap 21 April, Berikut Kisah Perjuangannya

Editor: Fistel Mukuan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RA Kartini

Pada mulanya, ayah Kartini adalah seorang Wedana (sekarang Pembantu Bupati) di Mayong.

Namun, karena peraturan kolonial Belanda ketika itu yang mengharuskan seorang Bupati harus menikah dengan bangsawan juga, akhirnya ayah Kartini mempersunting seorang wanita bernama Raden Adjeng Woerjan yang merupakan seorang bangsawan keturunan langsung dari Raja Madura.

Setelah perkawinan itu, maka ayah kartini diangkat menjadi Bupati di Jepara menggantikan ayah dari RA Woerjan, yaitu Titrowikromo.

Perjuangan RA Kartini

Sebagai seorang bangsawan, RA Kartini berhak memperoleh pendidikan.

Ayahnya kemudian menyekolahkan Kartini di ELS (Europese Lagere School).

Di sekolah tersebut, Kartini belajar bahasa Belanda.

Namun, pada masa itu, anak perempuan harus tinggal di rumah untuk ‘dipingit'.

Alhasil, Kartini hanya bersekolah hingga usia 12 tahun.

Di sinilah sejarah perjuangan RA Kartini bermula.

Selama tinggal di rumah, Kartini belajar sendiri dan mulai menulis surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda.

Salah satu teman yang mendukung Kartini adalah Rosa Abendanon.

Dari Abendanon, Kartini mulai sering membaca buku-buku dan koran Eropa yang menyulut api baru di dalam hati Kartini, yaitu tentang kemajuan berpikir perampuan Eropa.

Kemudian, timbul keinginan Kartini untuk memajukan perempuan pribumi yang saat itu berada pada status sosial yang amat rendah.

RA Kartini banyak membaca surat kabar atau majalah-majalan kebudayaan Eropa yang menjadi langganannya yang berbahasa Belanda.

Halaman
1234

Berita Terkini