Berita Sulut

Budi Acce: PP Nomor 56 Bak Pisau Bermata Dua

Penulis: Arthur_Rompis
Editor: David_Kusuma
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Talk Show di kantor Tribun Manado Jumat (16/4/2021) sore. 

Manado, TRIBUNMANADO.CO.ID - PP nomor 56 tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta memicu pro kontra di kalangan musisi papan atas tanah air. 

Sandy Andarusman, dari Ikatan Drummers Indonesia yang lebih dikenal sebagai Drummer 
Pas Band menilai PP tersebut telah memenuhi rasa keadilan musisi pencipta lagu. 

"Ini merupakan bentuk kepedulian pemerintah terhadap karya para musisi," kata dia dalam Talk Show di kantor Tribun Manado Jumat (16/4/2021) sore. 

Sebut dia, banyak musisi yang lagunya populer dan awet karena dinyanyikan sepanjang masa. 
Tapi hidup mereka tak sejahtera.

Baca juga: LPKA Tomohon Gelar Vaksinasi Covid-19, Sasar Petugas hingga Warga Binaan Pemasyarakatan

Baca juga: Ingat Kecelakaan Hotman Paris Tewaskan Supir Truk 2014? Diungkit Kasus Belum Tuntas, Ini Faktanya

Baca juga: Masih Ingat Emil Salim? Ibu Kota Pindah, Bayangkan Gedung Departemen Keuangan Jadi Mal: Ngeri Saya

"Contohnya gombloh dan koes plus yang karya mereka abadi," kata dia. 

Dikatakannya, ada musisi yang mencipta banyak lagu hits tapi hidup ngekos. 

Hal itu merupakan buntut dari tidak dihormatinya hak cipta.

"Mestinya mereka bisa sejahtera jika prosedur hak cipta jalan," ujar dia. 

Ungkap dia, jangan sampai PP tersebut terjebak pada pola lama peraturan perundang undangan di Indonesia. 

Baca juga: Aura Kasih Akan Bercerai, Ungkap Akan Menikah Lagi dan Mengaminkan Banyak Pria yang Antre

Baca juga: Potret Ular Piton 8 Meter di Kebun Warga, Bobot Perutnya 300 Kilogram, Ternyata Ini Isi Perutnya

Baca juga: Wabup Boltim Serahkan SPPT Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan

"Niatnya baik, tapi kalau caranya tak baik juga akan mentah juga nantinya.

Jadi pemerintah harus benar benar mempertimbangkan segala aspek agar menghasilkan sebuah produk hukum yang bukan hanya memenuhi rasa keadilan tapi benar benar komprehensif," kata dia.

Buddy Ace, Ketua Indonesia Music Forum mengatakan, PP itu bisa jadi pisau bermata dua.

Di satu sisi menguntungkan. Namun di sisi lain merugikan masyarakat umum.

Dirinya membeber kerumitan dalam implementasi PP tersebut.

"Jika ada penyanyi di kafe, itu royaltinya mau ditagih kemana. Mau tagih di cafe lantas cafenya tagih ke penyanyi. Ini yang membingungkan," kata dia. 

Menurut dia, spirit PP tersebut sangat bagus.

Tapi pemerintah perlu melakukan intervensi agar implementasinya mulus. 

Sementara Toar RE Mangaribi, Koordinator Edukasi III Direktorat Pengembangan SDM Ekonomi Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI mengatakan, PP tersebut merupakan dorongan bagi setiap seniman untuk mendaftarkan karyanya ka hak cipta kekayaan intelektual. 
Dilema dialami Tonny Mandak.

Di satu sisi, kemunculan PP nomor 56 tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu menguntungkannya sebagai pencipta lagu. 

Wajib bagi siapapun untuk bayar royalti bila hendak memainkan karyanya. 

"Tapi sebagai pencipta lagu rohani, masak saya tega memungut royalti dari orang yang hanya sekedar menyanyikan lagu rohani ciptaan saya di pesta atau gereja," kata dia kepada Tribun Manado Senin (12/4/2021) pagi via WA. 

Ia mengatakan, mencipta lagu rohani baginya adalah pelayanan. Dia ingin setiap jiwa dibawa ke hadirat Tuhan lewat lagunya.

"Pernah ada sih minta izin ke saya untuk menyanyikan lagu saya," katanya. 

Baca juga: Ingat Kecelakaan Hotman Paris Tewaskan Supir Truk 2014? Diungkit Kasus Belum Tuntas, Ini Faktanya

Tonny dikenal banyak mencipta lagu rohani.

Salah satu lagu yang ia ciptakan adalah KuasaMu Tuhan Selalu Kurasakan.

Lagu itu sangat familiar. Banyak dinyanyikan dalam ibadah penyembahan maupun KKR inter denominasi. 

Ia mengaku salut dengan Presiden Jokowi yang mengeluarkan PP nomor 56 tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu. 

Sebut dia, ini adalah pertama kalinya seorang presiden mengeluarkan regulasi tentang royalti yang melindungi pemilik lagu.

"Ini adalah ketulusan dari pak Jokowi. Kami sangat berterimakasih dan memberi apresiasi. Semua musisi dan pencipta lagu salut dengan kebijakan Jokowi," ujar dia. 

Hanya saja, ia menilai, PP tersebut labil. Ia mempertanyakan penegakan hukumnya. 

"Kalau di restoran mungkin bisa tapi bagaimana dengan acara di umum. Bagaimana mengawasinya. Apalagi di Manado sangat banyak pesta yang didalamnya ada orang menyanyi," kata dia. 

Menurutnya di Manado banyak kebiasaan mengubah isi lagu. Kebiasaan itu muncul dari masyarakat.

"Itu sangat susah untuk dilacak. Telah jadi budaya," kata dia. 

Sebut dia, PP tersebut butuh banyak sosialisasi agar tidak jadi macan ompong. 

Waktu sosialisasi bakal memakan waktu 2 hingga 3 tahun. 

"Karena yang utama adalah budaya. Sudah jadi budaya orang sini untuk menciplak atau menyadur tanpa izin," kata dia. 

Elemen lain yang dibutuhkan, kata dia, adalah petugas khusus untuk mengamankan PP tersebut. 

Bagi kalangan seniman, PP tersebut mendorong mereka untuk mematenkan hasil karya. (art) 

YOUTUBE TRIBUN MANADO:

 
 
 

Berita Terkini