TRIBUNMANADO.CO.ID - Masih ingat dengan Fredrich Yunadi Dia adalah seorang pengacara Indonesia yang dikenal sebagai pengacara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, Setya Novanto, saat dijerat kasus korupsi E-KTP.
Ia mendirikan kantor hukum Yunadi & Associates pada tahun 1994 bersama dengan 12 rekannya.
Beberapa kiprahnya adalah menangani kasus direksi Bank EXIM pada tahun 1998, PT. Inter World Steel Mills Indonesia pada tahun 2000, dan pembebasan tersangka korupsi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sidoarjo pada tahun 2004.
Selain itu, ia pernah menjadi kuasa hukum Susno Duadji dan Budi Gunawan.
Saat menangani kasus Setya Novanto, ia menjadi sumber informasi segala hal yang terkait dengan kliennya.
Setelah Setya Novanto berhasil memenangkan praperadilan dan kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi, ia melaporkan para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ke polisi karena tindakan tersebut dianggap telah melanggar hukum.
Ia juga mengambil tindakan hukum terhadap akun-akun yang telah menyebarkan meme Setya Novanto dan ia bahkan
melaporkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, karena mengatakan Setya Novanto pura-pura sakit.
Saat menangani kasus Setya Novanto, ia juga sempat menarik perhatian warganet karena mengatakan bahwa Setya Novanto "benjol besar segede bakpao" setelah peristiwa kecelakaan yang dilaporkan telah menimpanya.
Selain itu, pada saat diwawancara oleh Najwa Shihab, Fredrich Yunadi secara terang-terangan mengaku "suka kemewahan" dan dapat menghabiskan uang "Rp3 miliar, Rp 5 miliar" setiap kali pergi ke luar negeri pernyataan ini tidak hanya mengundang tanggapan dari warganet, tetapi juga dari Direktorat Jenderal Pajak.
Divonis 7 Tahun Penjara
Terdakwa Fredrich Yunadi divonis tujuh tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/6/2018).
Fredrich juga diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan.
"Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja merintangi penyidikan terhadap tersangka dalam kasus korupsi," ujar Ketua Majelis Hakim Saifuddin Zuhri saat membaca amar putusan.