Karenanya hal tersebut perlu segera diselesaikan jika Partai Demokrat ingin berlaga di Pemilu 2024 mendatang.
"Berdasarkan pengalaman partai lain, proses pengadilan terkait sengketa itu memakan waktu beberapa tahun. Nanti kalau sudah keluar keputusan dari Mahkamah Agung baru akan disahkan oleh Departemen Kehakiman. Selanjutnya dengan dasar itu akan berproses di KPU," ungkap Qodari.
"Jadi dengan melihat jadwal pemilu adalah 2024 maka harusnya itu selesai sebelum tahun 2024, karena kalau tidak akan terjadi perdebatan yang akan merepotkan KPU jika keduanya mengajukan calon ke KPU. KPU nya bisa jadi korban karena didesak oleh kubu Munas 2020 dan kubu KLB 2021," imbuhnya.
Di sisi lain, Qodari melihat ada dua skenario yang bisa terjadi kepada Partai Demokrat.
Skenario pertama sengketa diselesaikan lewat pengadilan seperti yang terjadi pada PKB ataupun PPP.
Sementara skenario kedua sengketa diselesaikan melalui kongres bersama atau rekonsiliasi seperti yang terjadi pada Golkar.
Hanya saja melihat dinamika saat ini, kubu AHY maupun kubu Moeldoko dipastikan akan sulit berekonsiliasi.
Sehingga skenario PKB atau PPP ditengarai lebih besar peluangnya.
"Mengenai status KLB dan status Moeldoko saat ini, pasti kubu AHY menganggapnya ilegal. Sebaliknya kubu KLB akan mengatakan legal atau sah. Jadi yang akan menjadi kunci atau penentu adalah pengadilan. Ketua umum dan kepengurusan yang sah akan ditentukan oleh proses-proses di pengadilan," kata dia.
"Jadi tahapan pengadilan ini hampir bisa dipastikan akan terjadi. Karena sampai hari ini saya melihat agak sulit terjadi kongres rekonsiliasi seperti partai Golkar terdahulu.
Jadi katakanlah ada dua skenario, skenario PKB dan skenario Golkar, saya cenderung melihat berdasarkan dinamika yang terjadi Partai Demokrat akan menjalani skenario PKB.
Dimana keputusan final siapa yang akan memiliki legitimasi final secara hukum, memenuhi azas legalitas melalui pengadilan," tandasnya.
2. AD/ART Demokrat Dicurigai Sudah Dirancang untuk Amankan Posisi AHY dari Potensi KLB
Pengamat politik Karyono Wibowo menilai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Partai Demokrat diduga sengaja dirancang untuk mengamankan dinasti Cikeas.