Opini

OPINI - Estafet Panglima TNI

Editor: Aswin_Lumintang
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jenderal Andika Perkasa

Disini Presiden Joko Widodo melihat diperlukan pendekatan baru yang lebih kreatif dalam penegakan hukum. Dalam kasus-kasus tertentu, barangkali perlu dipertimbangkan cara-cara “extra judicial” semacam arbitrase, ketimbang cara-cara “judicial” melulu. Tentu juga pendekatan proaktif, ini terutama menanggapi “early warning system” dari berbagai komunitas intelijen negara yang ada. Apapun itu, rasa keadilan di masyarakat adalah resultan-nya.

**

Sekali lagi, soal siapa Panglima TNI berikutnya harus dilihat dari apa yang Presiden Joko Widodo lihat di sisa masa jabatannya!

Dari dua tantangan besar yang dijabarkan presiden pada Rapim TNI-Polri itu, jelas betul “job profile” seperti apa yang dibutuhkan dari seorang Panglima TNI. Dibedakan dari “job description,” pengertian “job profile” adalah… of the skills, experience, and personality a person would need in order to do the job.

Yang utama bagi Presiden Joko Widodo saat ini adalah seorang Panglima TNI harus bisa menjaga “Soliditas TNI-Polri”— kadangkala diistilahkan juga “Sinergitas TNI-Polri”. Itulah yang utama.

Ini dua mesin besar yang masing-masing memiliki personil sekitar 450-500 ribu orang, dengan tradisi dan sejarah panjang serta hubungan pasang-surut diantara mereka. Yang sekarang mau digerakkan untuk mencapai dua tujuan presiden pada Rapim TNI-Polri itu. Melalui mesin besar yang bersatu ini, presiden memiliki kaki sampai ke tingkat desa: TNI punya Babinsa dan Polri punya Babinkamtibmas.

Lamanya Marsekal Hadi Tjahjanto menjabat Panglima TNI, sudah 3 tahun lebih, adalah bukti keberhasilannya di mata Presiden Joko Widodo dalam menjaga "Soliditas TNI-Polri.” Hadi sampai hari ini telah berkerjasama dengan sangat baik dengan tiga Kapolri berbeda. Sekaligus menjadi “showcase” kontras dibandingkan pendahulunya, Jenderal Gatot Nurmantyo, yang oleh Presiden Joko Widodo terpaksa diberhentikan 4 bulan lebih dini.

Jokowi menginginkan archetype macam Hadi yang “let us do it together”, bukan macam Gatot yang “let me do it mysef.”

**

Kembali ke Jenderal Andika Perkasa. Tidak perlu diragukan bahwa dia adalah “orang”-nya Presiden Joko Widodo, baik dari sudut latar belakang karir dan kinerjanya, maupun latar belakang keluarga isterinya.

Dari “media intelligence” di kanal Youtube TNI AD, kinerjanya outstanding dalam empat hal. Pertama, informally reinstilling doktrin Pancasila mengikis sisa-sisa “ABRI Hijau”, disini dukungan isterinya, Hetty, sangat menonjol, antara lain berpakaian adat dalam berbagai kesempatan (menampilkan citra Nusantara), menggunakan topi Sinterklas dan memilih ajudan non-Muslim (toleransi antar-iman). Kedua, konsolidasi internal prajurit TNI AD melalui pendekatan rewards dan kesejahteraan. Ketiga, kerjasama interoperabilitas dan internasional. Keempat, sinergi dengan Kementerian Pertahanan, terutama sejak Menhan Prabowo Subianto memegang komando di sana (ada chemistry diantara mereka berdua).

Bila toh Presiden Joko Widodo memilih Andika, mengingat masa dinasnya sebagai Panglima TNI nanti hanya 13 bulan, saya melihat dia akan berfungsi sebagai the forerunner for the next. Nah, the one next itulah yang selama 22 bulan berikutnya akan mengantar Presiden Joko Widodo sampai di akhir pemerintahannya.

Saya merasa— bisa saja salah— the one next itu kembali ke Matra AD, tetapi Presiden Joko Widodo mungkin akan mengefektifkan jabatan Wakil Panglima TNI untuk mengakomodasi aspirasi Matra AL. Landasan hukumnya sudah ada, sudah lama dicuekin juga, yaitu Perpres 66/2019. Hal ini, selain mengakomodasi kepentingan presiden sendiri sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata, juga untuk mempercepat bergeraknya gerbong karir dan rotasi Angkatan di tiga Matra TNI.

Saat ini karir dan rotasi jabatan di lingkungan TNI berputar lebih lambat dibandingkan di Polri. Kapolri Sigit itu Angkatan 91, sedangkan Panglima Hadi itu Angkatan 86. Begitu juga di level Matra, KSAD Andika dari Angkatan 87, KSAL Yudo dari Angkatan 88 dan KSAU Fadjar dari Angkatan 88. Padahal pangkat mereka semua sama-sama bintang 4.

Idealnya, kesenjangan antar Angkatan diantara para pimpinan dalam konteks “Soliditas TNI-Polri” diminimalisasi. Bagaimanapun, hambatan psikis “senior-junior” itu hal yang manusiawi.

Berita Terkini