Makam dibangun pada masa kolonial Belanda di lahan milik kakek dari Atmo.
Turun temurun keluarga ini menjadi juru kunci makam. Pekerjaan ini tak diikuti oleh anak kandung Atmo, justru mengalir ke Samiyem.
Komplek berisi sekitar seratusan bong. Lokasinya sekitar 2 kilometer dari pusat Kota Wates. Makam orang Tionghoa dapat
dengan mudah diketahui dari bentuk kubur, nisan, dan mausoleum (bangunan pelindung makam), karena memiliki ciri khas dan gaya arsitektur tersendiri.
Secara umum, kondisi keseluruhan komplek memang tidak lagi terawat.
Samiyem menceritakan, banyak ahli waris yang tidak lagi mengunjungi lokasi ini.
Dampaknya, sejumlah bong rusak bahkan hilang.
Berbeda dengan bong yang dititipi ke juru kunci untuk dirawat.
“Dulu itu banyak sekali nisan sampai ke sana-sana. Karena tidak dirawat sama ahli waris,
nisan rusak, ada juga hilang. Ini lapangan tempat anak-anak main bola,” kata Samiyem.