Oleh: Maria Gabriella Schlonsky & Rudi Pangidoan
Mahasiswa Hubungan Internasional, UKI Jakarta
TRIBUNMANADO.CO.ID - Sebagai modal utama dari pembangunan serta kemajuan suatu negara, pendidikan merupakan hal yang sangat krusial dalam memegang peranan tersebut.
Pendidikan juga bukan hanya menjadi isu nasional saja, akan tetapi sudah menjadi perhatian internasional, yang ditandai dengan masuknya aspek pendidikan dalam rencana aksi global yang dicetuskan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa atau PBB, yaitu Sustainable Development Goals (SDGs) nomor empat tentang Kualitas Pendidikan (Quality Education) dengan pencapaian menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua.
Di Indonesia, salah satu aspek terkecil yang dapat dijadikan sebagai acuan bagaimana kualitas pendidikan berlangsung selama beberapa tahun terakhir, dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik di tahun 2019. Capaian Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Anak Usia Dini (APK PAUD) pada kelompok umur 3 hingga 6 tahun hanya menyentuh angka sebesar 36.93 persen, yang mana hal ini masih sangat jauh dari target yang telah ditentukan sebesar 77.2 persen.
Sedangkan pada kelompok umur yang lebih tua, persentase pertumbuhan mengalami penurunan di jenjang Sekolah Dasar (SD) pada tahun ajaran 2018/2019 sebagai konsekuensi dari kebijakan regrouping.
Terlepas dari pandemi Covid-19 yang terjadi, bidang pendidikan sudah dari awal harus berjuang untuk dapat mencapai kualitas terbaiknya di Indonesia. Kinerja pemerintah, terlebih Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus dihadapkan dengan beban yang jauh lebih besar jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Pada pandemi ini kita punya kesempatan membuat perubahan-perubahan fundamental pada penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Selain budgetary reform, banyak perubahan yang telah kita lakukan dalam dua-tiga bulan, yang biasanya butuh dua-tiga tahun," ungkap Nadiem.
Salah satu kebijakan yang dilakukan pihaknya, yakni merelaksasi penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), yang dapat digunakan untuk mendanai kebutuhan sesuai dengan kekhasan sekolah masing-masing.
Dengan upaya yang dilakukan tersebut, di harapkan semua anak di daerah manapun bisa sekolah dan mengenyam pendidikan formal dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas tanpa terkecuali.
Meskipun demikian, beberapa tantangan terus datang menghampiri, dimulai dengan adaptasi terhadap perubahan gaya belajar dan kurikulum, keterbatasan tenaga pengajar dan fasilitas belajar seperti laptop maupun telepon genggam, serta hal terpenting seperti paket data dan internet yang stabil untuk dapat mengakses kelas.
Dalam aspek tenaga pengajar, di tahun 2021 kekurangan guru di Indonesia diprediksi mencapai angka 1.090.678 orang dengan di susul jumlah guru yang pensiun sebanyak 69.757 orang. Tahun 2022 kekurangan guru menjadi 1.167.802 orang, dengan jumlah yang pensiun 77.124 orang.
Dengan adanya kekurangan tenaga pengajar, efektivitas pengajaran akan semakin menurun. Terlebih di masa pandemi ini konsentrasi dan perhatian dari guru akan semakin sulit jika harus mengajar dengan kapasitas anak-anak dengan jumlah yang besar.
Tidak hanya terbatas perihal kuantitas, kualitas guru juga harus semakin di tingkatkan melalui pemberian tunjangan lebih yang setimpal, serta pelatihan-pelatihan yang di rasa di butuhkan. Sebab pandemic memaksa guru untuk dapat menerapkan gaya ajar baru dan beradaptasi dengan pembelajaran jarak jauh.
Selain itu, keluhan sering terjadi terlebih kepada masyarakat yang tinggal di daerah-daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) di Indonesia. Ini terlihat dari rasa kekecewaan yang disampaikan oleh Menteri Nadiem Makarim ketika mendengar beberapa siswa di Kabupaten Rote Ndao Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) belum menikmati bantuan kuota internet yang datang dari pemerintah.
Ini merupakan hal yang sangat disayangkan, mengingat bahwa dana yang di keluarkan pemerintah untuk bantuan kuota belajar bagi siswa/I serta tenaga pengajar sangat besar. Tercatat total anggaran pemerintah untuk program bantuan ini mencapai Rp 7.2 Trilliun.