TRIBUNMANAD.CO.ID - Sosok KH Abdurrahman Wahid Ad Dakhil allias Gus Dur adalah Presiden ke-4 Republik Indonesia.
Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940.
Gus Dur meninggal di Jakarta, 30 Desember 2009.
Hari ini tepat 11 tahun kepergian Gus Dur.
Riwayat Karier:
Karier Abdurahman Wahid alias Gus Dur sudah dimulai sejak ia masih berusia belia.
Dikutip dari buku karya Muhammad Rifai berjudul Gus Dur, KH. Abdurahman Wahid, Biografi Singkat 1940-2009,
Baca juga: Gus Dur dan Kejahatan Terstruktur FPI
Gus Dur sudah mulai belajar mengajar ketika ia masih nyantri di Pondok Pesantren Tambakberas asuhan K. H. Wahab Hasbullah.
Gus Dur juga sempat menjadi kepala sekolah di madrasah modern yang berada di bawah pondok pesantren tersebut.
Ketika Gus Dur kuliah di Kairo, ia juga bekerja di Kedutaan Besar Indonesia berkat kemahirannya berbahasa Arab serta kecemerlangan kariernya sebagai pemimpin mahasiswa di sana.
Lepas dari Kairo, saat kuliah di Baghdad, Gus Dur juga sempat bekerja di kantor Ar-Ramadhani, sebuah usaha importir tekstil dari Eropa dan Amerika.
Gus Dur bekerja di tempat ini selama kurang lebih setengah tahun.
Dikutip dari biografiku.com, sebenarnya Gus Dur sempat mencari kuliah di Belanda, yaitu di Universitas Leiden, sayangnya ia harus kecewa karena almamaternya di Baghdad kurang diakui di Belanda.
Gus Dur kemudian pergi ke Jerman dan Prancis sebelum akhirnya kembali ke Indonesia pada tahun 1971.
Pulang ke Indonesia, Gus Dur bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), sebuah organisasi yang berisi kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat.
LP3ES kemudian menerbitkan majalah Prisma, dimana Gus Dur menjadi salah satu kontributor utama. Menjadi salah satu kontributor membuat Gus Dur sering berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa.
Dari sini, keperihatinan Gus Dur terhadap keadaan pesantren mulai tumbuh. Ia melihat nilai-nilai tradisional yang ada di pesantren sudah semakin luntur akibat perubahan dan kemiskinan pesantren yang ia kunjungi.
Gus Dur akhirnya mengurungkan keinginannya untuk melanjutkan studi di luar negeri lagi. Ia memilih tetap di Indonesia untuk fokus mengembangkan pesantren.
Karier Gus Dur sebagai jurnalis terus berlanjut, saat ia aktif menulis untuk Kompas dan Tempo. Tulisan-tulisannya ternyata dapat diterima baik oleh banyak kalangan, hal ini membuat namanya kian popular.
Hasilnya, Gus Dur sering mendapat undangan untuk mengisi kuliah dan seminar.
Pada tahun 1974, Gus Dur bahkan mendapat perkerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di almamaternya, Pondok Pesantren Tambakberas. Hanya berselang setahun, pekerjaannya bertambah lagi. Ia juga diminta untuk menjadi guru Kitab Al Hikam.
Gus Dur kemudian bergabung dengan dengan Universitas Hasyim Asyari pada tahun 1977. Di sini ia bekerja sebagai Dekan Fakultas Ushulidin sekaligus mengajar subyek tambahan seperti pedagogi, syariat Islam, dan misiologi.
Namun Gus Dur akhirnya harus pindah ke Jakarta, saat sang kakek, Bisri Syansuri memintanya untuk ikut mengurus Nahdlatul Ulama (NU).
Dikutip dari profilpedia.com, di Nahdlatul Ulama, Gus Dur sempat menjadi Katib Awwal PBNU pada tahun 1980 sampai 1984. Kemudian ia didaulat sebagai Ketua Dewan Tanfidz atau ketua umum PBNU untuk periode 1984 sampai 2000. Pada tahun 2000, ia juga menjadi Mustasyar di ormas muslim terbesar di dunia itu.
Kariernya di dunia pendidikan juga masih berlanjut setelah ia lengser sebagai Presiden Keempat Indonesia.
Pada tahun 2002, Gus Dur menjadi Rektor Universitas Darul Ulum, Jombang.
Ia juga mendirikan The WAHID Institute pada tahun 2004, sebuah Lembaga yang berusaha mewujudkan prinsip dan cita-cita intelektual seorang Gus Dur.
Karier politik pertama Gus Dur dialami ketika ia ikut berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam pemilihan umum legislatif 1982. Saat itu, PPP merupakan gabungan dari empat partai islam, termasuk NU.
Namun di pemilu legislatif berikutnya, tahun 1987, Gus Dur ganti haluan. Ia merapatkan barisan ke Partai Golkar dan malah mengkritik PPP.
Akhirnya pada 1989 sampai 1993, Gus Dur menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Partai Golkar.
Selama menjabat, meski ada di pihak rezim, namun ia kerap melontarkan kritikan kepada pemerintah.
Misalnya ketika ia mengkritik proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai oleh Bank Dunia.
Hasilnya, hubungannya dengan pemerintahan Soeharto menjadi renggang.
Selama menjabat anggota MPR di periode pertamanya, Gus Dur fokus untuk mereformasi sistem Pendidikan pesantren.
Hasilnya, kualitas sistem pendidikan pesantren bisa meningkat, bahkan menandingi sekolah sekuler.
Ketika Soeharto mulai kehilangan kendali saat terjadi krisis moneter pada Juli 1997, Gus Dur diminta untuk melakukan reformasi Bersama Megawati dan Amien Rais.
Hasilnya, Soeharto akhirnya mengundurkan diri sebagai presiden pada 21 Mei 1998 digantikan B. J. Habibie.
Pasca lengsernya Soeharto, Gus Dur didorong untuk mendirikan partai politik. Hal itu dinilai menjadi satu-satunya cara untuk menandingi adidayanya Golkar dalam pemilu.
Akhirnya lahirlah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada 7 Februari 1999. PKB langsung mengusung Gus Dur sebagai calon presiden saat itu.
Pada pemiu April 1999, Gus Dur akhirnya terpilih sebagai presiden keempat dengan 373 suara, mengalahkan Megawati yang hanya memperoleh 313 suara
Semasa menjabat, Gus Dur berhasil menyelesaikan beberapa konflik yang terjadi di Indonesia saat itu.
Misalnya pada 30 Desember, Gus Dur berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua supaya mereka tetap menggunakan nama Papua dan tetap menjadi bagian Indonesia.
Pada Maret 2000, Gus Dur juga melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Kemudian berselang dua bulan, pemerintah akhirnya meandatangani nota kesepahaman dengan GAM.
Gus Dur juga mengusulkan kebijakan yang cukup kontroversial. Ia sempat mengusulkan supaya TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.
Gus Dur menjadi tokoh pertama yang berhasil mereformasi militer dengan mengeluarkan militer dari ruang social-politik.
Hal ini memicu skandal Buloggate dan Bruneigate yang kemudian membuat Gus Dur harus lengser dari tampuk kekuasaan pada 23 Juli 2001 digantikan oleh Megawati Soekarnoputri.
Biodata
K. H. Abdurrahman Wahid Ad Dakhil (Gus Dur)
Nama: K. H. Abdurrahman Wahid Ad Dakhil (Gus Dur)
Lahir: Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940
Riwayat Pendidikan:
Pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah (1957-1959)
Pesantren Tambakberas, Jombang, Jawa Timur (1959-1963)
Fakultas Syari’ah Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir (1964-1966)
Jurusan Sastra Arab Fakultas Adab Universitas Baghdad, Irak (1966-1970)
Keluarga
Ayah: K. H. Wahid Hasyim
Ibu: Ny. Hj. Sholehah
Istri: Dra. Hj. Sinta Nuriyah, M. Hum
Anak: Alissa Qotrunnada, Zanubba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari.
Situs: www.gusdur.net
Doktor Kehormatan
Cukup banyak doktor kehormatan yang diterima Gus Dur. Dikutip dari profilpedia.com, beberapa doktor kehormatan yang diterima Gus Dur diantaranya:
1. Doktor kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand (2000)
2. Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)
3. Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Ilmu Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Perancis (2000)
4. Doktor Kehormatan dari Universitas Chalalongkorn, Bangkok, Thailand (2000)
5. Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000)
6. Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000)
7. Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)
8. Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel (2003)
9. Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universiras Konkuk, Seoul, Korea Selatan (2003)
10. Doktor kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)
Buku dan Karya Tulis
Beberapa tulisan Gus Dur yang pernah diterbitkan. Dikutip dari gusdur.net, beberapa buku karya Gus Dur yang sempat diterbitkan diantaranya buku Islamku Islam Anda Islam Kita, Tuhan Tidak Perlu Dibela, Gus Dur dan Sepakbola, Umat Bertanya Gus Dur Menjawab,
Sekadar Mendahului, Kiai Nyentrik Membela Pemerintah, Membaca Sejarah Nusantara, Islam Kosmopolitan, Menjawab Kegelisahan Rakyat, 90 Menit Bersama Gus Dur,
Gus Dur Bertutur, Pergulatan Negara, Agama, dan kebudayaan, Prisma Pemikiran Gus Dur, serta masih banyak karya-karya Gus Dur lainnya.