"Apalagi mereka juga sempat diterpa isu tak akan mencalonkan diri dalam pilkada, namun akhirnya jadi maju, sehingga masih banyak masyarakat yang berpikir SS-JL batal maju," jelasnya. Areros mengatakan, SS-JL saat ini harus tetap fokus untuk bersosialisasi dengan masyarakat sembari meyakinkan konstituen.
"Memang sosok SS-JL menjadi kuda hitam dalam Pilkada Minut, karena keduanya secara ketokohan memang sudah populer dan dikenal masyarakat. Belum lagi mereka masing-masing pernah menjabat sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah, sehingga otomatis memiliki masa yang militan," kata Akademisi Unsrat ini.
Ketua Tim Pemenangan SGR-NAP, Azhar SE, Kamis malam, menjelaskan, siapapun berhak untuk melaksanakan survei. Apakah hasilnya sudah pasti atau tidak, belum bisa ditentukan apalagi mengklaim kemenangan. "Kami juga mempunyai survei yang bahkan SGR-NAP itu unggul jauh, namun tidak kita umumkan karena menurut saya terlalu jumawa kalau seperti itu, sehingga kita lebih fokus menggunakan data survei untuk memperbaiki kesalahan dan mempertahankan program kerja positif," jelasnya.
Ketua Tim Pemenangan SS-JL, Denny Wowiling mengaku menghargai survei. Meski begitu dia mempunyai keyakinan bahwa SS-JL akan keluar sebagai pemenang. "Sebab sudah terbukti meski sosialisasi efektif kami baru dua bulan, namun elektabilitas SS-JL terus meroket," jelasnya. "Kita hargai hasil survei ini, namun semua hanya berupa prediksi, karena nantinya akan kembali pada pilihan rakyat," kata dia.
Pemilih Lihat Figur dan Program
Pengamat Politik dan Pemerintahan Sulut, Dr Jerry Paat mengatakan, tingginya elektabilitas biasanya itu tergantung figur dari pasangan calon. Biasanya ini dilihat karena faktor figur, ada penilaian tersendiri dari masyarakat tentang figur. Misalnya dia rajin turun lapangan menemui masyarakat (blusukan), tapi persoalannya apakah Joune Ganda ini rajin turun atau tidak. Itu tidak bisa dilihat jika tanpa adanya survei di lapangan.
Kalau survei mengatakan bahwa dia rajin bertemu dengan konstituen berarti elektabilitasnya tinggi. Hanya pertanyaannya ketika dia turun ke masyarakat, apa yang dia berikan? Apakah masyarakat melihat soal programnya atau ada ‘sesuatu’ yang dia berikan.
Jadi elektabilitasnya ini tergantung apa penilaian dari masyarakat. Tidak mungkin masyarakat senang dengan calon kalau mereka tidak mendapatkan sesuatu yang dia berikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat senang dengan dia, itulah yang meningkatkan elektabilitasnya.
Selain itu, saya mengamati di sini faktor partai sekarang agak kurang diminati oleh masyarakat. Banyak partai sekarang yang kurang dipercaya masyarakat.
Kalau penilaian karena melihat partai saya rasa masyarakat tidak lagi menjadi faktor yang utama, masyarakat lebih melihat figur dari paslon saat ini khususnya dalam menentukan pilihan di pilkada nanti.
Jadi pada intinya, dalam meningkatkan elektabilitas paslon saat ini faktor figur dan program yang dia sodorkan akan lebih memberikan pengaruh kepada pemilih. Untuk meningkatkan elektabilitas, paslon harus lebih mengutamakan program dan kebutuhan masyarakat di lapangan. (Tim Tribun Manado)