Senin (5/10/2020), DPR RI mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja.
Sidang tersebut dipimpin Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Pengesahan RUU Cipta Kerja ini bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan pada 8 Oktober 2020 menjadi 5 Oktober 2020.
Di sisi lain, pengesahan tersebut mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Hal itu disebabkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, dinilai akan membawa dampak buruk bagi tenaga kerja atau buruh.
Apa itu Omnibus Law?
Istilah omnibus law pertama kali muncul dalam pidato pertama Joko Widodo setelah dilantik sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, Minggu (20/10/2019).
Dalam pidatonya, Jokowi menyinggung sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut omnibus law.
Saat itu, Jokowi mengungkapkan rencananya mengajak DPR untuk membahas dua undang-undang yang akan menjadi omnibus law.
Pertama, UU Cipta Lapangan Kerja, dan UU Pemberdayaan UMKM.
Jokowi menyebutkan, masing-masing UU tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu UU yang sekaligus merevisi beberapa atau bahkan puluhan UU.
Isi Omnibus Law Cipta Kerja
Konsep omnibus law yang dikemukakan oleh Presiden Jokowi banyak berkaitan dengan bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi.
Pada Januari 2020, ada dua omnibus law yang diajukan pemerintah, yaitu Cipta Kerja dan Perpajakan.
Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu:
- Penyederhanaan perizinan tanah
- Persyaratan investasi
- Ketenagakerjaan
- Kemudahan dan perlindungan UMKM
- Kemudahan berusaha
- Dukungan riset dan inovasi
- Administrasi pemerintahan
- Pengenaan sanksi
- Pengendalian lahan
- Kemudahan proyek pemerintah
- Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)