Denda

Denda Rp 750.000 Bagi yang Merokok Sambil Berkendara

Editor: Rizali Posumah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi merokok sambil berkendara.

TRIBUNMANADO.CO.ID - Denda Rp 750 ribu bakal menanti para pengendara bermotor yang nekat merokok sambil mengemudi.

Meski begitu peraturan ini belum banyak masyarakat yang mengetahuinya.

Merokok sambil mengemudi berbahaya karena dinilai menganggu konsentrasi mengemudi pengendara dan bisa mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

Aktivitas tersebut tidak hanya bisa berbahaya bagi perokok itu sendiri, tetapi juga pengguna jalan lainnya.

Maka dari itu, pemerintah pun sempat mengeluarkan aturan mengenai larangan berkendara sambil merokok. 

Terkait larangan merokok ini diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat.

Dalam peraturan tersebut, tepatnya pada pasal 6 huruf C disebutkan bahwa mengemudikan kendaraan bermotor dilarang sambil merokok.

"Pengemudi dilarang merokok dan melakukan aktivitas lain yang mengganggu konsentrasi ketika sedang mengendarai sepeda motor." 

Selain bisa mencelakai diri sendiri, merokok saat berkendara motor juga membahayakan pengguna jalan lain dan berpotensi mengakibatkan kecelakaan.

Adanya larangan melakukan aktivitas lain dalam hal ini termasuk merokok juga ada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLA).

Dalam aturan ini secara lebih luas mengatur mengenai pelarangan melakukan aktivitas lain selain berkendara ditujukan untuk semua pengemudi, mulai dari mobil hingga truk.

Pasal 106 ayat 1 UU LLAJ, menyatakan, “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi."

Bagi pengendara yang melanggar ketentuan tersebut bisa dijerat dengan pasal 283, yakni:

"Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan"

"sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)." 

Marcell Kurniawan, Training Director The Real Driving Center (RDC), juga menyampaikan bahwa ada potensi bahaya merokok sambil berkendara.

Alasannya karena pengendara yang merokok akan terdistraksi atau memusatkan perhatian pada rokok. 

“Secara refleks mata pengendara akan melihat ke bara api setiap akan menghisap rokoknya, walaupun hanya satu detik,” ujarnya kepada Kompas.com, Minggu (23/8/2020). 

Meski hanya satu detik, Marcell menambahkan, seorang pengendara bisa saja kehilangan pandangan ke jalan dengan jarak beberapa meter sesuai dengan kecepatan kendaraan yang dikendarainya.

“Kalau kecepatannya tinggi seperti di 100 km/jam maka si pengemudi sudah tidak melihat jalan sejauh +- 28m"

"Kalau kecepatannya 50 km/jam maka si pengemudi akan tidak bisa melihat jalan sejauh +- 14 meter,” katanya.

Dirlantas Tegaskan Merokok Saat Berkendara Tidak Ditilang

Sempat beredar kabar terdapat aturan pelarangan merokok dan mendengarkan musik saat berkendara.

Masyarakat pun dibingungkan terkait pemberitaan yang kajiannya masih terus dibahas oleh pihak kepolisian.

Menjawab hal tersebut, Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya Halim Pagarra mengatakan hingga saat ini, pihaknya belum akan memberlakukan penilangan bagi masyarakat yang merokok dan mendengarkan musik saat berkendara.

"Sudah saya sampaikan memang, untuk yang merokok dan mendengarkan musik itu tidak ditilang"

"Saya ulang lagi, tidak ditilang," kata Halim saat ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (3/3/2018).

Tindakan akan dilakukan apabila petugas kepolisian menemukan adanya dugaan bahwa konsentrasi seorang pengendara terganggu ketika merokok maupun mendengarkan musik.

"Hanya apabila pengendara mengendarai kendaraannya dengan tidak wajar dan tidak konsentrasi. Tentunya melanggar aturan," ungkapnya.

Menganggu konsentrasi yang dimaksud Halim yakni apabila seseorang mengendarai kendaraannya secara tidak wajar.

Seperti berjalan secara zig-zag ataupun melanggar rambu yang bisa menyebabkan kecelakaan

"Terjadi kecelakaan, kalau pegang HP terus malah melanggar rambu, jadi bisa saja," tuturnya.

Merokok Bisa Tingkatkan Risiko Infeksi dan Perparah Komplikasi COVID-19

Komnas Pengendalian Tembakau (Komnas PT) bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman mengimbau masyarakat dan pemerintah agar lebih waspada terhadap COVID-19 terkait tingginya perokok di Indonesia.

Hal ini karena perilaku merokok merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko infeksi COVID-19 dan memperparah komplikasi penyakit yang diakibatkanny.

Dalam peta global kasus COVID-19 Johns Hopkins Center for Systems Science and Engineering, sampai pagi ini menyebutkan kematian akibat virus corona telah mencapai 4.720 orang di seluruh dunia.

Sementara kasusnya telah mencapai 128.343 kasus dengan 68.324 pasien berhasil sembuh.

Hingga Selasa (10/3/2020), terdapat 103 negara di dunia yang mengonfirmasi terinfeksi virus corona.

Sementara itu, di Indonesia, sampai 12 Maret 2020 pukul 09.00 WIB, 34 kasus konfirmasi positif COVID-19 yang kemudian 2 kasus berhasil sembuh, 1 kasus meninggal.

Berbagai peringatan dan panduan pencegahan dirilis pemerintah maupun lembaga-lembaga kesehatan, termasuk organisasi kesehatan dunia, WHO.

Belum lama ini, pada 8 Maret 2020 lalu, WHO Indonesia mengeluarkan pernyataan yang secara lebih spesifik mengingatkan masyarakat Indonesia mengenai kaitan antara Covid-19 dengan perilaku merokok.

Dalam pernyataan resmi tersebut, Dr. N. Paranietharan, WHO Representative to Indonesia menyebutkan, “Smokers are at high risk for heart disease and respiratory disease, which are high risk factors for developing severe or critical disease with COVID-19"

"Therefore, smokers in Indonesia are at high risk for COVID-19” (perokok berisiko tinggi untuk penyakit jantung dan penyakit pernapasan, yang merupakan faktor risiko tinggi untuk mengembangkan penyakit parah atau kritis dengan COVID-19).

Mengacu pada data tersebut, Komnas PT menilai perokok di Indonesia berisiko tinggi terkena COVID-19).

Melalui siaran persnya, Jumat (13/3/2020), Komnas PT sebut kesimpulan tersebut sejalan dengan hasil beberapa temuan yang terbit dalam berbagai literatur yang menyebut hubungan antara perokok dan karakteristik pasien terinfeksi Covid-19.

Di antaranya:

Epidemiological and clinical features of the 2019 novel coronavirus outbreak in China (Yang Yang, dkk, medRxiv, 2020).

Sekelompok peneliti Cina dengan beragam latar belakang institusi, di antaranya Beijing Institute of Microbiology and Epidemiology, University of Florida, dan Chinese Centre for Disease Control and Prevention, menyebutkan keparahan coronavirus pada laki-laki di Cina lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Hal ini dapat disebabkan karena laki-laki di Cina kebanyakan adalah perokok berat. Studi ini juga menyebutkan 61,5 persen penderita pneumonia berat akibat coronavirus adalah laki-laki dan tingkat kematian 4.45 persen pada pasien laki-laki dan 1.25 persen pada pasien perempuan.

Analysis of factors associated with disease outcomes in hospitalized patients with 2019 novel coronavirus disease (Wei Liu, dkk., Chinese Medical Journal, 2020).

Di studinya menyebutkan, 78 pasien coronavirus dengan pneumonia selama 2 minggu perawatan ditemukan 11 pasien memburuk dan 67 pasien kondisinya membaik, dengan 27 persen dari kelompok yang memburuk memiliki riwayat merokok.

Sementara dari kelompok yang kondisinya membaik hanya 3 persen yang punya riwayat merokok.

Epidemiological and clinical characteristics of 99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia in Wuhan, China: a descriptive study (Prof. Nanshan Chen, dkk, The Lancet, 2020).

Studi ini menyebutkan 99 orang pasien dari Wuhan Jinyintan Hospital dirawat selama 20 hari, 11 orang meninggal pada akhir penelitian, 3 adalah perokok dengan 2 kematian pertama adalah perokok laki-laki.

“Melihat temuan-temuan di atas, masyarakat perlu mengetahui bagaimana perilaku merokok memiliki risiko lebih tinggi terhadap infeksi dan perparah komplikasi COVID-19"

"Sehingga masyarakat lebih waspada mengingat Indonesia adalah negara dengan jumlah perokok pria yang sangat tinggi,” imbau Prof.Dr. Amin Soebandrio, PhD, SpMK (K), Kepala Lembaga Biologi dan Pendidikan Tinggi Eijkman.

Sementara itu, Dr. Feni Fitriani Sp.P(K), Ketua Pokja Masalah Rokok Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, dalam kesempatan yang sama mengatakan, "merokok meningkatkan reseptor ACE 2, yang kita tahu juga menjadi reseptor virus corona penyebab COVID-19."

"Sehingga makin banyak virus corona penyebab COVID-19 yang hinggap atau menempati reseptor tersebut, jadi perokok makin besar risiko kena COVID-19."

"Ini juga meluruskan disinformasi yang beredar yang menyebutkan merokok atau asap rokok bisa membantu meredakan COVID-19"

"Ini sama sekali salah. Maka, untuk mengurangi atau mencegah risiko corona dan komplikasinya, kurangi merokok. Berhenti lebih baik."

Komnas PT berharap pemerintah juga diharapkan untuk lebih jelas menyampaikan kepada masyarakat.

JIka salah satu pencegahan yang harus dilakukan adalah dengan berhenti atau setidaknya mengurangi merokok.

Selain itu menyediakan panduan serta program pendampingan bagi masyarakat yang mau berhenti merokok demi melindungi mereka dari pandemi global COVID-19.

(Tribunnews.com/ABS/Wartakotalive.com/SumberLain)

Sosok Juria Hartmans yang Dikabarkan Dekat dengan Gading Marten, Ternyata Bukan Orang Sembarangan

Jelang Pilkada, Polres Minsel Giatkan Operasi Cipkon Berantas Penyakit Masyarakat

Wanita Ini Lahirkan Delapan Bayi dalam Kurun Waktu 14 Bulan, Faktanya Terungkap

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Kedapatan Merokok Sambil Berkendara, Pengemudi Didenda Rp 750.000.

Berita Terkini