Opini

Pengancaman dan Menyebarkan Aib Orang Lain di Medsos Dijerat Pidana UU ITE, Sulitkah Melaporkannya?

Editor: David_Kusuma
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Vebry Tri Haryadi (Advokat, Praktisi Hukum)

Penulis: Vebry Tri Haryadi (Advokat, Praktisi Hukum)

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Setiap orang saat ini begitu dekat dengan dunia informasi dan teknologi, yakni dengan smartphone atau telepon seluler (handphone) yang bisa mengakses internet dan sosial media, sehingga dengan cepat segala informasi bisa dengan mudah didapatkan, atau dengan kata lain informasi sudah dalam genggaman setiap orang.

Akan tetapi, smartphone tersebut juga bisa digunakan ke arah negatif untuk melakukan perbuatan melawan hukum oleh seseorang terhadap orang lain, baik pengancaman maupun perbuatan menyerang kehormatan atau penghinaan atau pencemaran nama baik dengan menyebarkan aib orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan Media Elektronik baik lewat WhatsApp, Short Message Service (SMS), Facebook (FB), YouTube maupun konten lainnya pada sosial media yang dapat dikenakan pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016).

Dalam Perspektif hukum, mengenai pengancaman dalam dunia maya diatur pada UU ITE. Pengancaman melalui media elektronik, pelaku pengancaman dapat diancam pidana berdasarkan UU ITE tersebut di atas, yaitu pada Pasal 45B UU 19/2016 jo. Pasal 29 UU ITE, dengan bunyi sebagai berikut:

Pasal 29 UU ITE, yaitu "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi."

Pasal 45B UU 19/2016, yaitu "Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)."

Masyarakat Minsel Rayakan Pengucapan Syukur Dengan Tetap Patuhi Imbauan Pemerintah

Dalam Penjelasan Pasal 45B UU 19/2016, dijelaskan bahwa Ketentuan dalam Pasal ini termasuk juga di dalamnya perundungan di dunia siber (cyber bullying) yang mengandung unsur ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dan mengakibatkan kekerasan fisik, psikis, dan/atau kerugian materiil.

Sementara penyebar aib orang lain di media sosial (medsos) yang bertujuan menyerang kehormatan dan martabat orang lain, sering terjadi dengan memposting foto-foto dari seseorang tanpa hak, lengkap dengan narasi untuk mengungkapkan aib seseorang adalah perbuatan melawan hukum UU ITE (straafbaar feit) yaitu pencemaran nama baik.

Mengenai pencemaran nama baik yang dilakukan di media massa/ media elektronik, perbuatan pencemaran ini dapat dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“ UU 19/2016”): "Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."

Sanksi bagi pelakunya dapat dikenakan Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 yakni dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.

Ketentuan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut merupakan delik aduan. Sehingga orang yang menyebarikan aib melalui media elektronik dapat dipidana berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 jika ada pengaduan dari korban yang merasa dipermalukan karena aibnya sudah disebarkan.

Kasus Positif Covid-19 di Bitung Nyaris Tiga Digit, Dokter Sun Desak Pemerintah Jangan Lakukan Ini

Apa yang dimaksud Aib itu ? Aib menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagaimana yang kami akses melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah:
"malu, cela, noda, salah dan keliru."
 
Ini berarti walaupun aib yang disebarluaskan itu adalah benar adanya, akan tetapi, jika hal tersebut mempermalukan seseorang, maka dapat diadukan.

Dalam pengalaman saya, memang tidak mudah dalam praktiknya untuk mengadukan atau melaporkan ke pihak kepolisian terhadap seseorang yang telah melakukan perbuatan melawan hukum yang diancam UU ITE seperti yang sudah dijelaskan di atas, khususnya bagi masyarakat umum.

Sebab, berbicara aturan pidana harus memenuhi unsur-unsur pidana dalam pasal yang dimaksud. Seperti halnya dalam unsur-unsur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, dapat diuraikan sebagai berikut:

- Setiap orang. Penyebar dapat menjadi tersangka/terdakwa tindak pidana jika penyebar dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Harus dianalisis secara mendalam siapa penyebar utama konten tersebut.

- Dengan sengaja dan tanpa hak. Unsur ini harus dibuktikan kepada siapa penyebar memberitahukan konten tersebut dan dengan tujuan apa. Apakah tujuan dibuatnya konten untuk menjelek-jelekan secara personal atau untuk memberi tahu adanya dugaan suatu tindak pidana?

-Mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. Unsur ini sudah terpenuhi jika konten tersebut dapat diakses oleh berbagai pihak dan diketahui oleh umum.

-Yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Unsur ini harus dikritisi dan dianalisis lebih lanjut dengan bantuan ahli bahasa (expert).

Perbuatan menyebarkan aib yang bukan kabar bohong (hoax) menggunakan sarana teknologi internet dapat menjadi perbuatan melawan UU ITE (straafbaar feit), jika memenuhi keempat unsur tersebut. Namun, yang wajib diperhatikan dengan serius adalah pemenuhan unsur keempat, yaitu apakah konten tersebut memiliki muatan dan/atau pencemaran nama baik/penghinaan (belediging) menjadi tindak pidana jika ada pengaduan dari korban langsung atau laporan dari orang lain yang mengetahui adanya dugaan tindak pidana tersebut atau delik aduan (klacht delic) untuk memproses perkara tersebut lebih lanjut.

Sehingga diperlukan pengaduan terlebih dahulu dari orang yang nama baiknya tercemar (pengadu) kepada penyidik atas akibat penyebaran konten tersebut, untuk dapat diproses menggunakan dasar hukum yang berlaku. Sembari merujuk dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana (“Perkap 6/2019”) dengan prinsip unnus testis nullus testis dan asas praduga tak bersalah (presumption of innocent). (*)

Pemburu Tikus Hutan di Tareran Ditemukan Meninggal Dunia Akibat Serangan Jantung

Berita Terkini