News

Bambang Widjojanto Tanggapi Kasus Novel Baswedan: Dimana Pimpinan KPK, Sudah Matikah Mata Hatinya?

Editor: Glendi Manengal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bambang Widjojanto

TRIBUNMANADO.CO.ID - Soal masalah kasus Novel Baswedan kini menjadi sorotan publik.

Sebelumnya diketahui 2 pelaku yang melakukan penyiraman air keras telah ditangkap dan diadili.

Namun setelah diadili hukuman yang diberikan justru membuat Novel Baswedan dan beberapa pengamat politik bingung.

Heboh, Pulau Ini Dijual ke Seorang Kepala Daerah dengan Harga Rp 2 Miliar

Kolonel dan Tentara Tewas saat Konflik di Perbatasan, Kini Produk-produk China di India Jadi Korban

Hati-hati! PNS Bisa di-PHK Bila Tak Produktif

Kolase Foto Ronny Bugis - Novel Baswedan - Rahmat Kadir (Foto Tribunnews/Irwan Rismawan/Wisnu Agung/Beritagar.id)

Seperti yang diketahui hukuman yang diberikan kepada pelaku hanya setahun sehingga dianggap tak masuk akal.

Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Bambang Widjojanto mempertanyakan sikap pimpinan KPK dalam menanggapi polemik sidang kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

Bambang mengatakan, menilai Firli Bahuri cs semestinya ikut bersuara menanggapi persidangan kasus penyerangan Novel yang dinilai janggal oleh publik.

"Di mana pimpinan KPK dalam situasi ini? Ketika rakyat sibuk, ketika media membicarakan dalam diskursus, suara pimpinan KPK nyaris tak terdengar.

Dia ada juru bicara, tetapi suara pimpinan KPK nyaris tak terdengar.

Sudah matikah mata hatinya dan mata nuraninya?" kata Bambang dalam sebuah acara diskusi, Jumat (19/6/2020).

Menurut Bambang, sikap pimpinan dinanti untuk memberi jaminan bahwa KPK akan melindungi setiap proses penegakan hukum yang diproses.

"Kita harus gedor pimpinan KPK. Kalau kemudian KPK seperti itu apa jaminannya seluruh proses penegakan hukum yang sekarang dilakukan oleh KPK kalau ada pukulan balik dia akan melindungi?" kata Bambang.

Senada, mantan Ketua KPK Abraham Samad berpendapat pimpinan KPK wajib mempersoalkan proses penegakan hukum yang dinilainya manipulatif.

Menurut Samad, pimpinan KPK mestinya mendorong Pemerintah melakukan proses hukum yang baru dalam kasus penyerangan Novel tersebut.

"Karena kalau kita terjebak dengan proses hukum yang sedang berlangsung sekarang, maka tidak akan mungkin nanti kita menemukan pelaku intelektual dari kasus penyerangan Novel Baswedan," kata Samad.

Samad juga mengingatkan bahwa kasus penyerangan Novel tersebut tidak boleh dipandang sebagai penyerangan terhadap Novel sebagai individu melainkan serangan terhadap pemberantasan korupsi.

Penyidik KPK Novel Baswedan tiba di gedung KPK, Jakarta ((KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG))

"Pimpinan KPK itu tidak boleh dikatakan kita serahkan saja ke proses hukum yang berlaku, itu salah yang dilakukan kalau pimpinan KPK mengatakan itu," kata Samad.

Halaman
12

Berita Terkini