TRIBUNMANADO.CO.ID, TUTUYAN - Penyaluran sembako tahap satu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bolaang Mongondow Timur (Boltim) telah selesai, rencananya tahap dua akan segera disalurkan pada minggu ini.
Hal itu diketahui saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Boltim, Senin 8 Juni 2020.
Dalam RDP tersebut, para pimpinan DPRD di antaranya Ketua DPRD Fuad Landjar bersama Wakil Ketua DPRD Medy Lensun dan Muhammad Jabir sempat 'menguliti' terkait bantuan sembako yang disalurkan Pemkab Boltim untuk masyarakat terdampak Covid-19.
Sebelumnya, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kisman Mamonto menjelaskan terkait realisasi penyaluran tahap I bahan pangan yang disalurkan Pemkab Boltim di 7 Kecamatan kepada 21.613 KK atau 70.553 jiwa dengan rincian beras 323,410 ton, gula pasir 32,481 ton, miyak goreng 32,419 ton dan ikan kaleng 120.613 kaleng.
"Untuk penyaluran bantuan tahap II sesuai perintah bupati akan dilakukan minggu depan," ucapnya.
• Apakah Perlu Berhubungan Menggunakan Masker Wajah untuk Cegah Covid-19? Berikut Penjelasannya
Wakil Ketua DPRD Medy Lensun mengatakan, bantuan sosial dari pemerintah daerah itu dibagi dalam III tahap selama 3 bulan (April, Maret dan Juni), namun pada kenyataan hingga saat ini baru tahap I yang disalurkan.
"Saya butuh penjelasan, apakah tahap I itu masih bulan April, atau tahap I itu untuk 3 bulan? III tahap yang dimaksud 3 bulan atau 9 bulan?" tanyanya tegas.
Menjawab hal itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kisman Mamonto menjelaskan, pemda menyiapkan bantuan III tahap bagi warga terdampak Covid-19 selama bulan April, Mei dan Juni.
"Memang pada tahap II ada perubahan data, tidak semua yang menerima bantuan sembako pada tahap pertama akan menerima lagi di tahap II dan III, dalam artian penerima BLT, BST dan PKH tidak akan menerima bantuan sembako tahap II dan III dari pemerintah daerah," ucapnya.
Sementara itu, Medy Lensun menyela, menurutnya jawaban dari Kadis Ketahanan Pangan Kisman Mamonto tidak sesuai dengan apa yang Ia tanyakan.
"Maaf saya memotong, tapi ini terlalu bertele-tele, pertanyaan saya jelas, karena dari awal dijanjikan pak bupati maupun seluruh pihak eksekutif, pemerintah akan mengalokasikan anggaran untuk membelanjakan bansos, beras sebanyak 900 ton, gula, minyak goreng dan ikan kaleng kemudian penyalurannya dilakukan III tahap, April, Mei dan Juni, yang saya tanya apakah itu masih berlaku atau sudah berubah? Ini sudah memasuki bulan Juni hampir pertengahan dan tahap II belum ada tanda-tanda untuk disalurkan. Jangan sampai tahap I untuk April, Mei, dan Juni kemudian tahap II Juli, Agustus dan September begitupun terjadi pada tahap III sehingga akhirnya anggaran Rp 16 miliar untuk 9 bulan," bebernya.
• Polisi Terjunkan Tim Forensik untuk Selidiki Potongan Tubuh Manusia yang Ditemukan di Depok
Menjawab hal tersebut, Asisten II Ramlah Mokodompis mengatakan, sebelumnya memang ada keterlambatan di bulan April sehingga tersalur di bulan Mei.
"Dan terkait penyaluran III tahap untuk 3 bulan itu juga masih berlaku hanya ada sedikit keterlambatan karena ada masalah teknis," jelasnya.
Menanggapi jawaban Ramlah Mokodompis, Ketua DPRD Boltim Fuad Landjar mengatakan, masalah keterlambatan penyaluran itu berarti masih ada tumpangtindih data dari pemerintah daerah.
Sementara itu, Asisten II Priyamos menjelaskan, penyaluran ini dalam rangka transparansi dan akuntabilitas, pihaknya memakai data yang disampaikan terkait dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
"Data ini diambil pihak kementerian dengan basis data tahun 2011. Melihat waktu pengambilan data hingga saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan di tingkat masyarakat, ada ekonominya yang berubah, ada statusnya yang berubah," ucapnya, menyambung jawaban dari Asisten I Ramlah Mokodompis.
• Berpura-pura Menjadi Pengamen, 3 Perampok Rampas Barang Penumpang Angkot Bekasi-Cikarang
Medy Lensun mengatakan, mungkin untuk penerima BLT, PKH dan lain sebagainya ada hubungan dengan DTKS, namun untuk bansos sama sekali tidak ada hubungan.
Menjawab hal tersebut, Asisten I Priyamos mengatakan, untuk bansos, kebijakan yang pertama karena bantuan belum turun, pihaknya telah rapatkan dengan Bupati Boltim dan seluruh SKPD sepakat mengintervensi terlebih dahulu menggunakan APBD.
"Tahap ke II kami juga sudah rapatkan, tetap mengacu pada aturan yang ada, siapapun yang sudah dapat bantuan BLT, BST, PKH dan sebagainya itu kami kembalikan pada mekanisme dan aturan yang ada," ucapnya.
Sementara itu, menambahk jawaban Asisten I, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Slamet Umbola mengatakan, terkait data bantuan PKH, BPNT, BST, jangankan di Boltim, bahkan data di daerah seluruh Indonesia belum bisa dikatakan valid sepenuhnya.
"Ini bukan hanya persoalan di kabupaten melainkan persoalan secara nasional, memang agak menyulitkan bagi kami karena DTKS itu data dari Kemensos yang bekerja sama denga Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011 dan sumber datanya pemerintah desa yang diolah dalam Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial New Generation (SIKS-NG) yang ada di Pusat Data Terpadu Kemensos (Pusdatin). Dapat saya katakan untuk Boltim, data DTKS itu adalah 8.172 Keluarga Penerima Manfaat (KPM), kemudian terkait dengan pemberian bantuan oleh kementerian diberikan pagu kepada kita sebanyak 4.464 KPM, dari pagu tersebut kami diberikan lagi data DTKS untuk dilakukan sinkronisasi data ke desa sebanyak 3.404 KPM. Kami turun lagi ke desa untuk melakukan sinkronisasi dan validasi data pada bulan April," bebernya.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPRD Muhammad Jabir mempertanyakan kinerja Kadinsos, data DTKS dikatakan sebelumnya update pada 2011 dan sekarang sudah 2020 namun data belum semua terupdate.
"Nah kasarnya selama ini pak kadis kerjanya apa?," tanya Muhammad Jabir.
Lanjutnya, untuk fokus penanganan Covid-19 seperti yang dipertanyakan Medy Lensun dirinya kembali pertanyakan mekanisme penggunaan anggaran dari pergesaran itu seperti apa.
• Kepolisian AS Terancam Bubar, Donald Trump: Seharusnya Tak Pernah Terjadi
"Misalnya dinas pangan mengajukan anggaran untuk sembako, dalam hal ini beras 900 ton anggaran dicairkan tapi kok kenapa hingga kita penyalurannya terkatung-katung?," tanyanya.
Menjawab hal tersebut, Kadinsos Slamet Umbola mengaku bahwa dirinya baru menjabat sebagai kadinsos pada 2020.
"Saya baru pak, saya 2020 baru lakukan pendataan ulang. Pendataan ulang Januari, tapi hingga saat ini baru 27 desa yang masuk, itupun belum lengkap," ucapnya.
Sementara itu, anggota DPRD dr Cerry mempertanyakan kepada SKPD terkait temuan lapangan perihal sembako yang isinya tidak layak.
"Ada beberapa hal yang kami temui di lapangan terkait bantuan bagi warga terdampak Covid-19 dari pemkab, ada kemasan yang bagus tapi isinya tidak sesuai bahkan ada kasus lain, beras yang didapat memang premium tapi sangat tidak layak untuk di makan. Waktu kunjungan kami ke desa Matabulu dan Kokapoy Timur, kami dapati beras yang sudah seperti tepung yang sudah masuk angin, sudah sangat tidak layak untuk dimakan, bahkan hingga saat ini beras tersebut masih ada di pemerintah desa dalam hal ini sangadi," ucapnya.
Menjawab hal tersebut, Kepala DKP Kosman Mamonto menerangkan, menurutnya selama ini tidak ada persoalan yang di sampaikan oleh para sangadi, 2 kali rapat di Bappeda tidak ada keluhan. Kemudian ada 1 kasus di Lanud, karena pada saat penyaluran kaitan kemasannya agak bocor sehingga masuk air dan mengeras kemudian masuk laporan, pada malam itu juga kami langsung turun dan mengganti.
"Semua kondisi di lapangan kami serahkan ke sangadi, kalau ada keluhan sampaikan ke kami, karena ini bukan hanya beras 1 atau 2 ton, ini ratusan ton. Berbicara kualitas kami pesannya premium sedangkan bulog itu kualitasnya perusahaan dengan standard nasional," ucapnya.
• Korea Utara Marah Besar hingga Putus Semua Jalur Komunikasi dengan Korea Selatan, Gara-gara Pembelot
Menanggapi hal tersebut, Medy Lensun mengatkan, sejak awal Bupati Boltim dalam sosialisasinya adalah beras premium, di lapangan dinamika berkembang, ada yang premium ada yang oplosan, ini sesuai fakta yang dikumpulkan dari bukti-bukti.
"Kemudian waktu saya turun di dapil II, saya sempat tanya ke pak kadis dan jawabannya dinas pangan mengandalkan Bulog, yang pada akhirnya tidak bisa memenuhi kebutuhan 900 ton," ujarnya.
Menurutnya, APBD itu adalah produk bersama eksekutif dan legislatif, dan kita telah membahas bersama bahwa pergeseran anggaran 16 miliar terkait penanggulangan Covid-19.
"Saya perlu penegasan, 900 ton ini sudah ready? Atau sudah ada perubahan? Ini perlu karena sampai hari ini yang di ketahui para anggota dewan bahkan masyarakat sesuai pernyataan pak bupati bahwa akan mengalokasikan beras 900 ton bahkan pak bupati sendiri mengatakan bahwa 900 ton sudah ready, saya butuh penjelasan pak kadis," tegasnya.
Senada yang disampaikan Medy Lensun, Anggota DPRD Hj Sutanti Ginoga menyampaikan, perlu menyimak apa yang telah disampaikan oleh bupati, sebelumnya bahwa penyaluran dari dinas ketahanan pangan itu tidak terkecuali, tetapi pihakmya menerima laporan dari masyarakat, ada beberapa masyarakat yang tidak menerima bantuan dari pemda.
"Kemudian bantuan BLT saya melihat ada beberapa penerima yang tidak tepat sasaran. Bupati juga menyampaikan bahwa bantuan untuk masyarakat terdampak Covid-19 berlaku juga untuk masyarakat Boltim yang mengantungkan hidup di luar daerah, namun kenyataan atau realita di lapangan berbeda," ucapnya.
• Melemah, Rupiah Hari Ini ke Rp 13.973 per Dolar Amerika Serikat, Berikut Kurs di 5 Bank Besar
Terkait hal tersebut, Kisman Mamonto kembali memaparkan, untuk tahap II yang tidak akan menerima bantuan sembako dari pemda adalah, penerima BLT DD, BST, JHT, kepala desa dan sekretaris desa.
"Bagi penerima PKH, BPNT, kepala dusun, kader desa, dhasa wisma, hansip dan pensiunan tetap menerima bantuan sembako namun dengan porsi yang lebih sedikit dan berbeda-beda," jelasnya.
Mengerucutkan pertanyaan-pertanyaan para anggota DPRD Boltim, Medy Lensun kembali melontarkan bahwa, saat ini terus membahas data dan data dari pemkab tidak jelas, di pemerintah daerah ada koordinator penanggulangan kemiskinan daerah biasanya wakil bupati.
"Di masa sewaktu saya wabup ada data orang miskin by name, by address yang saya buat berkolaborasi dengan beberapa dinas/badan sehingga mendapat data orang miskin secara valid. Kemudian ketika kita membaca LKPJ 2019 beberapa waktu yang lalu di dapat jumlah orang miskin sekitar 4.410, ada peningkatan angka kemiskinan 0,07 persen atau sekitar 110 jiwa, yang saya pertanyakan, ketika melakukan laporan, data-data ini muncul dan lengkap namun ketika berbicara bantuan, datanya amburadul," ucapnya.
• Renungan Harian Kristen Selasa 9 Juni 2020: Compassion
Lanjutnya, walaupun kadis Dinsos masih baru, tapi apakah sistem tidak berjalan di Dinsos? pendataan selalu menjadi masalah, ketika 3 bulan lalu bupati ribut-ribut di media sosial menyalahkan mensos, seharusnya berkaca dari itu langsung melakukan pembenahan.
"Saya tidak melihat kesalahan itu ada menteri, kesalahan itu ada di pemerintah daerah karena tidak bekerja by system. Ketika terjadi pergantian kepala dinas maka baru bergerak melakukan verifikasi data, harusnya data ini tersedia, up-to-date, kapan saya diakses ada. Yang lucu, ketika memberi penyajian laporan LKPJ datanya jelas, begitu detil, namun untuk kepentingan penyaluran bantuan kok datanya amburadul, kacau balau," jelasnya.
Selain itu, Ia pun pertnyakan soal JHT itu berapa jumlah nilai yang disalurkan.
"Seperti sebelumnya 2 juta? Atau sudah menjadi 1 juta? Ada beberapa orang yang melaporkan namun namanya tak mau di ekspose, karena mereka menandatangani 2 juta tapi terima 1 juta. Saya tak perlu membesar-besarkan, saya hanya perlu klarifikasi," ucapnya. (ana)
• RINCIAN 136 Kabupaten/Kota yang Masuk Zona Kuning, Sulawesi Utara Ada Empat, Ini Daerahnya