TNI Kerahkan Kapal Perang Hadapi Tiongkok

Penulis: Tim Tribun Manado
Editor: Lodie_Tombeg
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Video capture KRI Tjiptadi-381 yang beroperasi di bawah kendali Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada I menghalau kapal Coast Guard Cina saat melakukan patroli di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Senin (30/12/2019). KRI Tjiptadi-381 menghalau kapal Coast Guard China untuk menjaga kedaulatan wilayah dan keamanan di kawasan sekaligus menjaga stabilitas di wilayah perbatasaan.

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengerahkan tiga Kapal Perang Republik Indonesia (KRI), dan dua pesawat terbang ke Perairan Natuna Kepulauan Riau. Tindakan ini untuk menjaga kedaulatan negara dari klaim Tiongkok atau China, yang mengawal nelayan asing menangkap ikan di wilayah Indonesia.

Pengerahan kapal perang dan pesawat pengintai atas persetujuan pimpinan TNI, dan dalam pengawasan Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya TNI Yudo Margono. Badan Keamanan Laut RI, dan Kementerian Perhubungan pun mendukung upaya TNI.

Jakarta Dilanda Banjir, Luapan Air Kotor Tergenang, Anies: Anak-anak Senang Bermain, Mereka Berenang

Kepala Bidang Penerangan Umum (Kabidpenum) Puspen TNI Kolonel Sus Taibur Rahman mengatakan pengendalian operasi siaga tempur terkait dengan adanya pelanggaraan di wilayah Perairan Laut Natuna Utara.

"Sebelum bertolak dari Lanud Halim PK menuju Natuna, Pangkogabwilhan I menyampaikan bahwa operasi siaga tempur ini dilaksanakan oleh Koarmada1 dan Koopsau 1 dengan Alutsista yang sudah tergelar yaitu tiga KRI, satu pesawat intai maritim dan satu pesawat Boeing TNI AU. Sedangkan dua KRI masih dalam perjalanan dari Jakarta menuju Natuna," kata Kolonel Taibur dalam keterangan resmi Puspen TNI pada Jumat (3/1).

Hal itu menyusul adanya pelanggaran kedaulatan Indonesia di wilayah tersebut oleh kapal-kapal asal Tiongkok.

Sejak bulan silan, ditemui kapal-kapal nelayan yang dikawal Coast Guard Tiongkok, menangkap ikan di Laut Natuna Utara. Kolonel Yudo mengatakan, operasi TNI digelar untuk melaksanakan pengendalian wilayah laut khususnya di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Laut Natuna Utara.

"Sekarang ini wilayah Natuna Utara menjadi perhatian bersama, sehingga operasi siaga tempur diarahkan ke Natuna Utara mulai tahun 2020. Operasi ini merupakan salah satu dari 18 operasi yang akan dilaksanakan Kogabwilhan I di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya," kata Yudo.

Perairan Natuna atau Laut Natuna adalah perairan yang terbentang dari Kepulauan Natuna hingga Kepulauan Lingga di provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Laut ini berbatasan dengan Laut Natuna Utara di utara, barat laut, dan timur. Laut Natuna juga berbatasan dengan Selat Karimata di tenggara dan Selat Singapura di arah barat.

Pemerintah Tiongkok mengklaim Laut Natuna bagian dari perairan nelayan tradisional yang masuk Laut China Selatan, bagian dari Samudra Pasifik, yang membentang dari Selat Karimata dan Selat Malaka hingga Selat Taiwan seluas kurang-lebih 3,5 juta kilometer persegi. Laut ini memiliki potensi strategis yang besar karena sepertiga kapal di dunia melintasinya.

Laut China Selatan sangat strategis, karena dikelilingi 10 negara yakni China, Taiwan, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Branei Darussalam dan Filipina.
Demikian juga dengan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi. Menurut Menhub, akan meningkatkan aktivitas angkutan di laut Natura Utara, Kepulauan Riau.

"Dari segi perhubungan diminta untuk tingkatkan aktivitas di sana, seperti mendorong kapal perikanan, patroli dan sebagainya," kata Menhub.
Meski begitu, Budi tak merincikan detail rencana peningkatan kegiatan angkutan perkapalan itu. Dia belum mau membeberkan kebijakan yang disiapkan kementeriannya terkait antisipasi pelanggaran yang dilakukan kapal Tiongkok di laut Indonesia.

Tomat Sebabkan Deflasi di Desember, Secara Tahunan Tingkat Inflasi Sulut 3,52 Persen

Hormati Konvensi PBB
Menteri Kordinator Bidang Politik Hukum dan Keamaman Mahfud MD mengatakan secara hukum Tiongkok tidak punya hak untuk mengklaim Perairan Natuna Kepulauan Riau sebagai wilayahnya.

Ia menjelaskan, sejak dulu Indonesia tidak punya konflik tumpang tindih perairan dengan Tiongkok di wilayah tersebut.
Ia menjelaskan, Cina pernah punya konflik tumpang tindih perairan dengan sejumlah negara antara lain Malaysia, Filipina, Brunei, Vietnam, dan Taiwan di Laut Cina Selatan yang telah diselesaikan lewat SCS Tribunal pada 2016.

"Secara hukum, China tidak punya hak untuk mengklaim itu karena Indonesia tidak punya konflik perairan, tumpang tindih perairan," kata Mahfud saat memimpin Rapat Paripurna Tingkat Menteri yang bertujuan untuk menyatukan dan memperkuat posisi Indonesia dalam menyikapi situasi di Perairan Natuna di Kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada Jumat (3/1).

Rapat tersebut dihadiri Panglima TNI Mersekal TNI Hadi Tjahjanto, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Siwi Sukma Adji, Kepala Bakamla Laksamana Madya A Taufiqoerrahman, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Ia mengatakan, dasar hukum Indonesia menyatakan hal tersebut adalah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatur tentang hukum laut yakni UNCLOS 1982.

"Secara hukum internasional kali, UNCLOS 1982 sudah jelas kok, Cina tidak punya hak atas itu dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ditetapkan oleh UNCLOS. Itu satu unit PBB yang menetapkan tentang perbatasan wilayah air antar negara," kata Mahfud.

Pemerintah Tiongkok memang mengakui sepihak, perairan Natuna bagian dari wilayahnya. Namun Pemerintah Republik Indonesia (RI) menegaskan menolak klaim histori China atas Laut Natuna Indonesia.

Sebab dalam United Nations Convention for the Law of the Sea (UNCLOS) atau Konvensi Hukum Laut PBB pada tahun 1982, aturan itu harus dihormati termasuk China. "UNCLOS menegaskan kembali bahwa Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dengan RRT. Indonesia tidak akan pernah mengakui 9 dash-line RRT karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana diputuskan melalui Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016," seperti tertulis dalam keterangan Kemlu.

Indonesia telah mengirim nota protes ke RRT dan memanggil Duta Besar China di Jakarta. "Dubes RRT mencatat berbagai hal yang disampaikan dan akan segera melaporkan ke Beijing. Kedua pihak sepakat untuk terus menjaga hubungan bilateral yang baik dengan Indonesia," lanjut keterangan itu.

Kementerian yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi itu juga tak mengakui klaim Jubir Kemlu RRT China Geng Shuang pada tanggal 31 Desember 2019.

Klaim Shuang atas historis RRT atas ZEEI didasari dengan alasan, para nelayan China telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982.

Pemimpin Iran Akan Balas Dendam Pada AS Atas Kematian Jenderalnya, Pentagon Ambil Tindakan Defensive

"Berdasarkan UNCLOS 1982 Indonesia tidak memiliki overlapping claim dengan RRT sehingga berpendapat tidak relevan adanya dialog apa pun tentang delimitasi batas maritim," seperti dikutip rilis Kemlu, Rabu (1/1).

Kapal Asing

Terkait masuknya kapal-kapal asal Tiongkok di wilayah Perairan Natuna, Kepulauan Riau, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akan melakukan konsultasi lanjutan dengan Pemerintah Cina.

"Kalau Menlu kan sudah memanggil. Nanti akan melakukan konsultasi-konsultasi lanjutan. Saya kira itu yang penting kita punya kedaulatan dan hak berdaulat juga yang harus kita jaga," kata Mahfud.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan empat poin sikap pemerintah Indonesia atas masuknya sejumlah kapal nelayan dan Coast Guard Cina ke Perairan Natuna sejak beberapa hari lalu.

"Pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia," kata Retno.

Keduawilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional yaitu melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hukum laut yakni UNCLOS 1982. Ketiga, Retno menegaskan Tiongkok merupakan salah satu pihak dalam UNCLOS 1982. Oleh karena itu Retno menagaskan Tiongkok wajib untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982.

"Keempat, Indonesia tidak pernah akan mengakui nine dash line, klaim sepihak, yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama UNCLOS 1982," kata Retno.

Selain hal tersebut, Retno juga mengatakan dalam rapat tersebut disepakati pula akan adanya intensifikasi patroli di wilayah Perairan Natuna.

"Dari rapat tadi juga disepakati beberapa intensifikasi patroli di wilayah tersebut dan juga kegiatan-kegiatan perikanan yang merupakan hak bagi Indonesia untuk mengembangkannya di Perairan Natuna," kata Retno. 

Susi Pudjiastuti dan kapal yang ditenggelamkan di Perairan Kema, Minahasa Utara pada Senin (20/8/2018) (KOLASE TRIBUNMANADO/ANDREAS RUAUW)

Susi Tantang Prabowo Tenggalamkan Kapal Ilegal

Kapal nelayan kapal asing, milik Tiongkok/China, diketahui menangkap ikan di Perairan Natuna, Kepulauan Riau, Indonesia. Kapal-kapal tersebut masuk perairan Indonesia pada 19 Desember 2019. Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar exclusive economic zone (ZEE) Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF). Selain itu, Coast Guard (semacam Badan Keamanan Laut) China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengomentari masuknya kapal China ke Natuna untuk menangkap ikan secara ilegal. Menurutnya, mengacu pada aturan yang sama saat dia masih memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), harusnya ada tindakan tegas pada kapal-kapal China yang menggarong ikan di EEZ.

"Tangkap dan tenggelamkan kapal yang melakukan IUUF. Tidak ada cara lain. Wilayah EEZ kita diakui UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). Bila dari tahun 2015 sampai dengan pertengahan 2019, bisa membuat mereka tidak berani masuk ke wilayah ZEE kita. Kenapa hal yang sama tidak bisa kita lakukan sekarang," tulis Susi seperti dilihat dari akun twitter resminya, Jumat (3/1).

Selain itu, sebagaimana yang sering diucapkannya saat menjabat Menteri KKP, klaim China atas perairan Natuna berdasarkan Traditional Fishing Zone juga tak berdasar. "Straight forward statement segera nyatakan, Traditional Fishing Zone itu tidak ada," kata Susi.

Pemilik maskapai Susi Air ini menyebut tak ada cara lain keculai penenggalaman kapal maling yang masuk ke perairan Indonesia agar ada efek jera, tak terkecuali kapal China. "KKP bisa minta & perintahkan untuk tangkap dan tenggelamkan dengan UU Perikanan no 45 tahun 2009. Jangan beri opsi lain, Laut Natuna diklaim China, TNI tingkatkan kesiagaan," ujarnya.

Nota protes Sebelumnya pemerintah Indonesia melalui Kemenlu memanggil Duta Besar China di Jakarta dan menyampaikan protes kerasnya. "Kemlu telah memanggil Dubes RRT di Jakarta dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut. Nota diplomatik protes juga telah disampaikan," demikian pernyataan Kemenlu.

Kemenlu menyebutkan, Dubes China mencatat protes yang dilayangkan untuk segera diteruskan ke Beijing. "Dalam pertemuan kemarin, Dubes RRT akan menyampaikannya ke Beijing," kata Staf Ahli Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, saat dikonfirmasi Kompas.com.

Hal ini dinilai penting agar hubungan bilateral kedua negara tetap berjalan dengan baik dan saling memberikan keuntungan. Wilayah ZEE ditetapkan oleh United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Baik Indonesia maupun China merupakan bagian dari itu sehingga harus saling menghormati wilayah kedaulatan satu sama lain.

"Menegaskan kembali bahwa Indonesia tidak memiliki overlapping jurisdiction dengan RRT (China). Indonesia tidak akan pernah mengakui 9 dash-line RRT, karena penarikan garis tersebut bertentangan dengan UNCLOS sebagaimana diputuskan melalui Ruling Tribunal UNCLOS tahun 2016," demikian Kemenlu.

Adapun Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan terkean membela Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo --politisi Partai Gerindra, soal tudingan saat ini banyak kapal asing masuk dan mengambil ikan di perairan Natuna.

"Saya mau jelasin, jangan dibilang zaman Pak Edhy jadi banyak kapal asing masuk. Itu tidak benar. Saya ulangi sekali lagi, itu tidak benar karena kami punya data lengkap," ujar Luhut di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (3/1).

Menurut Luhut, Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah kendali Edhy masih melakukan pengawasan dan bergerak dalam menangani kapal asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia secara ilegal.

"Memang intensitas cost guard kita belum bisa ke yang lain (seluruh wilayah), karena jumlah kapal juga terbatas. Jadi bukan karena cost guard yang kurang bekerja setelah Pak Edhy, saya ikuti betul itu," ucap Luhut. (Tribun Network/git/rin/ria/sen)

Berita Terkini