Hukuman Mati Bagi Koruptor

Emrus Sihombing Tak Yakin Pemerintah Bersama DPR Bisa Mewujudkan Hukuman Mati Bagi Koruptor

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengamat Politik, Emrus Sihombing

Misalnya, dia mencontohkan, bersih-bersih taman Monas dan halaman Istana selama setahun dengan mengenakan baju tahanan warna orange bertuliskan nama lengkap, modus korupsinya, dan jumlah kerugian negara dengan huruf warna putih.

"Kemudian menyita semua kekayaan milik keluarga inti (pemiskinan), serta mencabut hak politiknya minimal selama 20 tahun ke depan," ucapnya. (*)

Pernyataan Presiden Jokowi

Presiden Joko Widodo mengatakan di Hari Antikorupsi Sedunia jika hukuman mati bagi koruptor bisa diberlakukan.

Lantas syaratnya adalah ada kehendak dari masyarakat.

Pernyataan itu ia sampaikan di SMKN 57 Jakarta, pada Senin (9/12/2019).

Jawaban dari Presiden Jokowi membuat banyak pihak bereaksi.

Ada yang mendukung, ada pula yang mengecam.

Pasalnya undang-undang yang mengatur tentang hukuman mati bagi koruptor sudah ada sejak tahun 2001.

Hal itu dibenarkan Ahli Hukum Pidana, Agus Riwanto saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (10/12/2019).

"Jadi sebenarnya hukuman mati itu secara eksplisit ya, sudah diatur di Undang-undang No 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi di pasal 2 ayat 2," ujarnya.

Agus mengatakan Undang-undang tersebut berlaku jika negara dalam keadaan krisis dan terjadi bencana.

"Di pasal itu dikatakan kalau orang korupsi dapat dihukum mati, dalam 2 kategori, pertama jika negara dalam keadaan krisis dan kedua dalam keadaan bencana, itu bisa dihukum mati," ucap Agus.

Agus pun mempertanyakan jawaban Presiden Jokowi.

Jokowi menyebut undang-undang yang mengatur hukuman mati jika diberlakukan harus ada kehendak rakyat.

Halaman
1234

Berita Terkini