Tak hanya itu, Rocky Gerung juga menjelaskan kalau Himalaya itu pegunungan, kira-kira ada 300 gunung yang tingginya 5.000 - 6.000 meter.
"Gunung di Himalaya itu bukan gunung berapi karena dia adalah gunung yang terbentuk karena tumbukan antara Benua Asia dan anak Benua India, jadi di naik sehingga runcing-runcing," jelasnya.
Lalu Rocky Gerung pun mengatakan kalau ia akan naik ke basecamp Mount Everest.
"Di namanya itu Everest Base Camp, itu ketinggiannya 5.000 sekian dan mendekati 6.000, itu masih jauh baru 2/3 dari Mount Everest. Kalau ke Mount Everest pasti sangat mahal dan persiapannya musti mateng, karena Pemerintah Nepal itu kasih kuota supaya nggak terlalu banyak orang yang berdesakan," tutur Rocky Gerung.
Hal itu kata dia, dikarenakan tahun lalu ada sekitar 20 orang yang meninggal dunia akibat berdesakan saat turun dari Mount Everest.
"Di Mount Everest itu kalau 2 menit berhenti bisa tiba-tiba mati kedinginan, jadi musti bergerak terus," tambah Rocky Gerung.
Kemudian Rocky Gerung juga menjelaskan apa yang ia sukai dari Pegunungan Himalaya.
"Sensasi bahwa kita sebetulnya menguji kesabaran, menguji ketepatan, prediksi cuaca, jadi seluruh sensor rasio dan psikologi kita diuji. Karena bisa tiba-tiba salah melangkah ternyata jurang, dan jalannya sangat berbahaya," jelasnya lagi.
Kemudian Rocky Gerung tampak tertawa saat ditanya akan melarikan diri dari hiruk pikuk di Tanah Air.
"Iya mau melarikan diri dari kebisingan politik dungu republik, tapi saya pasti balik lah. Jalan-jalan itu kira-kira 2 minggu, 10 hari naik, 5 hari turun, jalan kaki loh," katanya sambil tertawa.
Lalu ia juga menjelaskan hubungan antara politik dengan naik gunung.
"Sama-sama butuh kepekaan, buat membaca politik kita nggak sekedar membaca berita, tapi membaca pernyataan politisi atau pejabat negara kita musti baca sebaliknya. Begitu juga naik gunung, kita musti siap menghadapi event yang paling radikal, karena bisa saja cuaca tiba-tiba hilang, suhu turun drastis, dan hanya dengan ketenangan kita bisa melanjutkan perjalanan, demikian juga dalam analisis politik," beber Rocky Gerung.
Ia juga mengatakan, berita politik itu disembunyikan di dalam retorika, begitu juga naik gunung itu, jalan setapak itu kadang-kadang tersembunyi di balik awan.
"Jadi musti peka supaya kaki bisa diletakkan tepat di jejak yang aman," katanya.
Kemudian Rocky Gerung juga mengatakan kalau situasi politik Indonesia jika dikaitkan dengan gunung seperti turbulensi.
"Itu sama sepeti kalau kita dari Kathmandu ke EBC (Everest Base Camp) itu, dari Kathmandu kita naik twin otter yang cuma 8-9 orang ke Bandara Lukla yang merupakan bandara paling berbahaya di dunia, karena cuma boleh satu kesempatan mendarat, depannya dinding, belakangnya jurang, jadi kalau gagal mendarat yaudah selesai," jelasnya.
Nah menurut Rocky Gerung, hal itu mirip dengan politik di Indonesia.
"Orang cemas dengan keadaan karena cuaca politik memburuk, ekonomi memburuk, intrik di dalam kabinet juga memburuk, kemampuan daya beli masyarakat menurun, dan semua variable itu sama dengan variable cuaca kalau lagi turbulen di Himalaya, gak bisa kita prediksi," tutur Rocky Gerung.
Yang membedakan, kata Rocky Gerung, jika disaster alam itu tidak ada konsekuensi secara sosial karena itu hukum alam, tapi kalau disasternya di bidang ekonomi, konsekuensinya ke mana-mana.
"Karena itu menyangkut hak rakyat untuk hidup layak, warga negara untuk menikmati keakraban dengan tetangga. Dan itu yang nggak ada, kita hanya bisa katakan itu pasti kesalahan kebijakan," tandasnya.
Menurutnya, saat berada di Himalaya, ia tak pernah memikirkan politik di Indonesia.
"Hanya sekelebat aja tuh, dan fokus pasti hilang," katanya. (*)