Tajuk Tamu

Kota Tinutuan, Satu Dalam Harmoni NKRI

Editor: Finneke Wolajan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Megariza Runtuwene

Selain itu, hanya di Manado, anda akan temukan, ketika hari raya umat Kristiani, umat Muslim menjaga dan mengamankan Gereja. Seperti yang terjadi, saat Malam Natal, 24 Desember 2013 Silam, di Gereja Katedral Manado, saat itu, ribuan umat Katolik sedang melakukan Misa Vigili Natal, sementara dibagian luar Gereja, berjaga aparat Kepolisian, dibantu Organisasi Pemuda Muslim yang turut mengamankan misa Vigili Natal.

Sebaliknya, ketika hari raya umat Muslim, giliran umat Kristiani yang turun menjaga dan mengamankan Masjid. Seperti yang dilansir dari viva.co.id, edisi 5 Juni 2019, saat umat muslim shalat Idul Fitri 1440 Hijriah, di Masjid Agung Awwal Fathul Mibien, Kelurahan Islam, Manado, di luar Masjid, kaum Kristiani dari 2 Ormas beda Gereja, sedang berjaga, yaitu Ormas Panji Yosua dari GMIM (Kristen Protestan) dan Legium Christum (LC) dari Katolik. Tidak hanya sampai disitu, semua hari besar/hari raya lintas Agama di Kota Manado, pasti menjadi ramai, tak perduli Agama apapun yang berhari raya, semua masyarakat turut memeriahkan perayaan.

Karena itu, tidak heran, jika malam Takbiran, dijalan-jalan pusat kota Manado begitu ramai, bukan hanya umat muslim yang Takbiran tapi umat Kristiani pun ikut Takbiran. Ketika hari raya Imlek, jalan dan pusat pertokoan diramaikan dengan Barongsai dan masyarakat Manado lintas Agama, lintas Suku, lintas Etnis, lintas Budaya menikmati sajian tersebut dengan gembira. Disini terlihat jelas, ketika ada isu-isu perpecahan, masyarakat Manado justru makin memperkuat silaturahmi persaudaraan demi terciptanya kerukunan selalu.

Di Manado, kami tidak mengenal kata perbedaan Agama, perbedaan Suku, perbedaan Ras ataupun Golongan, di Manado ini kami hanya mengenal kata 'TORANG SAMUA BASUDARA' KARENA 'TORANG SAMUA CIPTAAN TUHAN'. Pemuka Agama kota Manado, sangat suka duduk bersama dalam satu harmoni, inilah yang diteladani masyarakat Manado dari para pemuka Agama. Karena budaya Toleransi tinggi, yang dianut masyarakat Manado, tidak heran, Manado menduduki peringkat ke-4 sebagai kota paling Toleran di Indonesia tahun 2018, setelah Singkawang, Salatiga, dan Pematang Siantar. Penghargaan ini diberikan oleh Setara Institute dan dimuat dalam Liputan 6 edisi 08 Desember 2018, setelah pada tahun sebelumnya, yaitu tahun 2017, Manado menduduki posisi pucak sebagai kota paling Toleran di Indonesia, versi Setara Institute.

Saat ini, dibawah kepemimpinan walikota GSV Lumentut, perwajahan kota Manado di ubah menjadi 'Smart City' . Inilah kota Manado, kotanya para kawanua, kota yang terletak di ujung Jazirah Utara pulau Sulawesi, dengan luas wilayah daratan 15.726 Hektare dan garis pantai sepanjang 18,7 Kilometer. Kota yang perairannya pernah ditemukan spesies ikan purba Coelacanth dan kota yang terkenal dengan semboyan 3B : Bunaken, Bibir Manado dan Bubur Manado.

Yah, bubur Manado, Kota Tinutuan, asal tali pusar semua kawanua dengan paras rupawan, semua tercampur baur disini, lintas Suku, lintas Agama, lintas Budaya, bahkan lintas Destinasi wisata, dan semua keanekaragaman yang mendamaikan itu, bersatu dalam indahnya kerukunan dan membentuk satu harmoni yang sangat indah, persis seperti Tinutuan.

Toleransi yang dilakukan Masyarakat Manado, merupakan wujud cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, dimana NKRI adalah harga mati, persatuan dan kesatuan harus terus dirajut bersama, demi cita-cita bersama, untuk mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur dan hanya dengan menjaga persatuan dan kesatuanlah maka cita-cita luhur tersebut bisa segera diwujudkan. Inilah sepenggal kisah KOTA TINUTUAN, SATU DALAM HARMONI NKRI. Semoga tulisan ini dapat menginspirasi semua pembaca. Dari Manado, Sulawesi Utara, salam Persatuan dan Kerukunan Bangsa.

Kompetisi Nasional Media (Piala Presiden RI) tahun 2019 kategori Artikel Opini Media Cetak/Siber (Individu). Tema Persatuan dan Kerukunan Bangsa.

Berita Terkini