TRIBUNMANADO.CO.ID - Perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia selalu menjadi kesempatan bagi narapidana untuk mendapatkan remisi dari pemerintah.
Banyak narapidana yang bebas dengan sebelum waktu yang ditetapkan, karena masa penahanannya dipotong di hari kemerdekaan, tanggal 17 Agustus 1945.
Sayangnya itu tidak berlaku bagi istri panglima teroris Poso, Tini Susanti Kaduku.
Dia memilih tidak mendapat remisi, karena menolak taat setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI).
WartaLive melansir dari SuryaMalang, Tini Susanti ditahan di Lapas Wanita Klas II A Malang.
Kalapas Wanita Klas II A Malang Ika Yusanti, pun membenarkan kalau Tini Susanti tidak mendapatkan remisi.
"Tini tidak dapat pengurangan masa tahanan kali ini," tutur Kalapas Wanita Klas II A Malang Ika Yusanti, Sabtu (17/8/2019).
BERITA TERPOPULER: Anggota Paskibraka Kaget Mendengar Rumahnya di Tobongon Terbakar, Nanda: Saya Baru Tahu
BERITA TERPOPULER: 6 Selebritis ini Tega Permalukan Mantannya Sendiri, Mulai dari Air Susu hingga Syahwat
BERITA TERPOPULER: Ini Perbedaan Gaya Bung Karno dan Jokowi saat Pimpin Upacara HUT Kemerdekaan RI
Menurut Ika, remisi tidak diberikan kepada Tini lantaran yang bersangkutan belum mau tunduk pada NKRI.
Surat pernyataan yang diajukan Lapas, ia tolak.
"Untuk napiter ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, salah satunya adalah surat pernyataan tunduk pada NKRI. Nah Tini ini menolak," katanya.
Selain itu, penyidik yang menangani kasus Tini juga belum memberikan keterangan bahwa perempuan beranak empat ini kooperatif terhadap penyelidikan.
"Salah satunya juga penyidik harus memberikan keterangan kooperatif terhadap penyidikan. Nah penyidik Tini ini belum," ucapnya.
Pada peringatan Hari Kemerdekaan tahun ini, 412 narapidana di Lapas Wanita Klas II A Malang mendapatkan remisi.
Remisi yang diberikan beragam mulai dari satu hingga enam bulan.
Salah satu yang mendapat remisi adalah narapidana Mimin Sulasmini yang tersandung kasus korupsi magang fiktif di Kota Batu.
Mimin mendapat masa pengurangan masa tahanan selama 2 bulan.
17 Agustusan
Tini Susanti Kaduku, istri pemimpin teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Ali Kalora, kini mendekam di Lapas Wanita Klas II Malang.
Hingga kini, dia menolak tunduk pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Bagaimana sebetulnya pengalaman dia terkait keindonesiaan?
Tini Susanti Kaduku mengaku, masa kecilnya juga ikut merayakan Hari Kemerdekaan RI.
Berita Populer: Dua Rutinitas Soekarno, Jelang HUT Kemerdekaan RI yang Tak Boleh Diganggu oleh Siapapun
Berita Populer: Hasil Lengkap Liga Inggris, Manchester City Gagal Menang, Arsenal dan Liverpool Perkasa
Berita Populer: AHY Bilang Ayahnya SBY tak Bisa Hadir tapi Titip Salam ke Presiden Jokowi, Ini Alasan
Ketika berumur 10 tahun misalnya, ia ingat pernah menjadi peserta lomba balap karung dan makan kerupuk bersama teman sebaya di kampungnya, Poso, Sulawesi Tengah.
"Waktu kecil hanya main-main saja. Tidak merasakan apa-apa saat 17 Agustus, mungkin karena masih kecil," cerita Tini, Sabtu (17/8/2019).
Ketika ditemui di Lapas Wanita Klas II A Malang, Tini tak banyak bicara.
Apalagi ketika ditanyai apa makna peringatan Hari Kemerdekaan baginya. Ia hanya diam.
"Tidak ada," ucapnya.
Tini alias Umi Fadel adalah narapidana kasus terorisme yang ditangkap pada Oktober 2016.
Suaminya, Ali Kalora adalah pemimpin jaringan teroris MIT yang menggantikan peran Santoso setelah tewas tertembak Satgas Tinombala.
Saat penangkapan, Tini sedang hamil besar dan mengungsi ke rumah adik iparnya di Desa Moengko Lama, Poso.
Sebelumnya, perempuan beranak empat ini memilih hidup di Gunung Biru menemani suaminya.
"Awalnya saya pikir hanya tiga hari saja ke gunung karena Santoso menelepon dan bilang kalau suami saya sakit"
"Tapi saat mau turun, TNI terus datang, saya takut. Akhirnya suami tidak izinkan saya pulang," katanya.
Dalam persidangan, jaksa mengungkap peran Tini adalah sebagai fasilitator pertemuan Jumiatun alias Umi Delima (istri Santoso) dengan Santoso.
Ceritanya, September 2014, Santoso mengirim pesan melalui akun Facebook-nya yang bernama ‘Madu Hutan’ kepada Tini.
Ketika itu, Santoso meminta Tini untuk menjemput Jumiatun di rumah kosnya.
Tini pula yang kemudian menjadi penjemput Nurmi (istri Basri) yang akan bertemu dengan Basri, sebulan setelahnya.
Instruksi penjemputan Nurmi ini pun disampaikan Santoso lewat akun Facebook yang sama.
Tak hanya itu, Tini juga yang diminta Santoso untuk mencari orang yang akan merawat anaknya saat Jumiatun menyambangi kelompok MIT ke gunung.
Tini mengatakan kekuatan jaringan teroris yang kini dipimpin suaminya semakin melemah.
Selain kehilangan banyak pasukan, amunisi yang dikantongi juga menipis.
Apalagi, hanya Ali yang punya keahlian senjata dan mengenyam pendidikan militer dari Santoso.
"Waktu di sana, cuma suami saya kok yang pegang senjata. Yang lain tidak," katanya.
Tini Divonis Bersalah
Pengadilan Jakarta Timur memvonis Tini bersalah karena melindungi suaminya yang bergabung dalam kelompok teroris MIT.
Ia divonis dengan pidana penjara selama tiga tahun pada 5 Juli 2017.
"Tidak apa-apa. Waktu itu saya pasrah saja. Saya terima," kata Tini.
Selama menjalani masa hukuman, Tini belum pernah mendapatkan pengurangan masa tahanan atau remisi. Sebabnya, ia masih menolak mengakui NKRI.
"Tapi saat 17 Agustus, saya selalu senang melihat teman-teman saya diberi remisi. Saya senang jika melihat mereka senang," ucapnya.
Oktober mendatang, Tini bakal menghirup udara bebas.
Kepada SuryaMalang.com, ia mengungkapkan keinginannya menjadi seorang wirausahawan dengan bangun sebuah toko kue.
"Saya ingin mempraktekkan ilmu yang saya peroleh di lapas. Saya di sini bikin kue, sudah bisa bikin lima resep. Mohon doanya ya," tutup dia.
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO TV:
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul HUT Kemerdekaan RI, Istri Panglima Teroris di Poso Menolak Tunduk Kepada NKRI