Sejarah Indonesia

Dua Rutinitas Soekarno, Jelang HUT Kemerdekaan RI yang Tak Boleh Diganggu oleh Siapapun

Editor: Rhendi Umar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Soekarno

merahan menahan emosi dan matanya berkaca-kaca.

Ternyata dalam kotak tersebut, terlihatlah sebuah bendera merah-putih yang sudah tua, terlipat rapi dengan

warnanya yang sudah luntur.

Baca: Presiden Jokowi Manjakan Anggota Paskibraka, Undang Grup Musik RAN Hibur Paskibraka

Baca: Spesial untuk Pelanggan Setia The Body Shop Diskon Sampai 50 Persen

Baca: Dapat Remisi, Rio Sedih Tinggalkan Teman-temannya di Lembaga Pemasyarakatan

Guntur lantas bertanya pada Soekarno, apakah tidak berbahaya kalau bendera yang sudah usang itu dikibarkan

terus setiap tanggal 17 Agustus? Kenapa dulu tidak dibuat dari bahan yang kuat?

"Ibumu dulu tidak punya bahan yang bagus, jadi dibikin seadanya," jawab Soekarno.

Seperti diketahui, pembuat bendera pusaka itu adalah Ibu Fatmawati.

Ia menjahit bendera itu ketika Guntur masih berada dalam kandungannya, sekitar tahun 1944, di Pegangsaan

Timur 56 (sekarang Gedung Pola, Red.) Jakarta.

"Kalau sudah terlalu usang dan tidak bisa dikibarkan lagi?" tanya Guntur.

"Akan Bapak tempatkan bendera ini di suatu tempat atau monumen yang agung di mana rakyat setiap hari bisa

melihatnya," jawab Soekarno.

“Yang dikibarkan nanti tiruannya saja." sambungnya.

Selanjutnya, rutinitas yang dilakukan jelang peringatan Kemerdekaan RI adalah menulis naskah pidato kenegaraan.

Saat menyiapkan naskah pidato 17 Agustus, biasanya Soekarno mengumpulkan dulu saran-saran dari berbagai pihak.

Halaman
1234

Berita Terkini