Oleh:
dr Ardiansa Tucunan MKes
* Staf Pengajar pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Unsrat Manado
SEBUAH kota tidak akan lepas dari persoalan lingkungan baik secara sosial, ekonomi, kultural, politik dan ekologis. Semua komponen tersebut saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri-sendiri, karena mereka mempunyai pengaruh multifaktorial dalam
memberikan dampak luar biasa bagi eksistensi dari sebuah lingkungan urban.
Salah satu persoalan besar yang dihadapi setiap kota di Indonesia adalah sampah. Hal ini sudah menjadi sebuah kelaziman, khususnya di kota-kota di Indonesia, di mana persoalan tentang sampah tidak pernah selesai karena manajemen di banyak kota di Indonesia sangat buruk dalam pengelolaannya.
Banyak persoalan yang melilit di balik ketidakmampuan manajemen sampah di kota-kota, salah satu di antaranya adalah persoalan politik yang menjadi bagian terkuat dari upaya membuat kota menjadi clean and green city.
Pemerintah yang baik, tentu saja akan melihat persoalan ini dari sudut pandang good governance, bukan hanya sekadar menyenangkan pihak-pihak tertentu. Tidak bisa tidak, masyarakat dan komponen pemerintah mengabaikan hal ini hanya untuk posisi bargaining sebagai tujuan memainkan upaya simbiosis mutualisme, dengan mengabaikan aspek ekologis.
Maksud saya adalah, pemerintah kota cenderung mengabaikan persoalan sampah karena kepentingan politis, yaitu membuat masalah sampah tidak diatasi karena ingin menyenangkan masyarakat sebagai pemilih untuk mendapat suara dalam pilkada.
Masyarakat yang tidak peduli dan jumlahnya banyak bermukim di wilayah perkotaan cukup menarik minat para politisi untuk mendapat suara, dengan cara membiarkan masyarakat berperilaku seenaknya saja untuk membuat suasana psikologis dalam masyarakat seolah mereka dilindungi oleh pemerintah dan merasa mendapat dukungan dari perbuatan yang mereka lakukan.
Jakarta sebagai kota besar contohnya, pemerintah seolah membiarkan masyarakat untuk tinggal dan membuang sampah seenaknya, bukannya mencari solusi untuk memindahkan mereka tinggal di tempat yang lebih baik tapi membiarkan mereka untuk menghuni wilayah sungai-sungai dan terus menerus membuang sampah dengan seenaknya saja. Beralibi atas nama
kemanusiaan, tidak harus menggusur dan menghukum masyarakatnya, pemerintah dengan enteng membiarkan masyarakatnya untuk berlaku semaunya.
Di Manado, di sekitar area bisnis seperti Pasar 45, ada begitu banyak sampah yang seperti tersistematis dibiarkan selama bertahun-tahun walaupun ditangani oleh petugas kebersihan tapi selalu muncul karena tidak ditangani dengan layak dan juga dibuat kumuh di mana trotoar sebagai tempat pejalan kaki, dijadikan tempat jualan oleh para pedagang. Kemungkinan saja ada makna politis mengapa pemerintah tidak mengatasi persoalan ini.
Baca: Kerang Cantik Bercampur Puntung Rokok, Sampah Rusak Pesona Pulau Tiga Bolmong
Baca: Jalan Desa Kotabunan Boltim Jadi Tempat Sampah, Bagaimana Ini?
Asumsinya adalah karena warga kota yang dibiarkan itu adalah seperti tambang suara pendukung pemerintah dan juga bisa saja efek retribusi pajak yang tinggi ditarik dari mereka, untuk dipakai menggerakkan sektor ekonomi lain, karena ini merupakan hal yang menggiurkan untuk membiarkan kota tetap semrawut. Kepentingan politik suara memberikan resonansi yang kuat bagi perilaku permisif yang dimainkan oleh pemerintah kota.
Persoalan ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena sebuah kota yang semrawut dengan persoalan sampahnya yang tidak pernah teratasi adalah gambaran kota itu sedang sakit dan masyarakatnya juga akan kena dampak menjadi masyarakat yang sakit.
Secara politis, ini bisa diperbaiki karena memang persoalannya dari utama adalah persoalan politis, maka harus diatasi juga dengan niat politik yang baik. Pemerintah harus memiliki goodwill, bahwa penataan kota yang indah, bersih dan sejuk justru akan lebih membuat masyarakat merasa nyaman dan dengan sendiri akan mencintai pemerintahnya, karena berhasil membangun landasan bagi sebuah ekologi yang ramah dan layak untuk ditinggali.
Paradigma tentang kota sehat harusnya mendapat prioritas dalam perspektif masyarakat kota dan pemerintahnya, karena hal ini menjadi pijakan untuk berperilaku hidup bersih dan sehat yang lebih baik dan pada dasarnya mendukung kebijakan politik pemerintah pusat dengan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. Pemerintah secara kontinyu perlu mengampanyekan gaya hidup sehat bagi warganya, khususnya bagaimana mengelola sampah rumah tangga dan residu dari aktivitas hari-hari.
Baca: Ketika Risma Terkejut dengan Anggaran Sampah di DKI Jakarta Capai Rp 3,7 Triliun, Lihat Kepalanya
Baca: Anies: Serangan Soal Sampah salah Sasaran, Itu untuk Gubernur Sebelumnya, Bestari: Terlalu Baper
Infrastruktur adalah suatu tanggung jawab politik dari pemerintah untuk menyiapkan ini semua, demi mendukung arah kebijakan kesehatan yang lebih baik. Mencontek cara manajemen sampah di kota-kota yang sudah berhasil dengan melakukan studi banding yang mendapat prioritas tinggi untuk dilakukan adalah sebuah keharusan bagi pemerintah kota.
Sekali lagi, ini adalah tentang paradigma dan sudut pandang politis pemerintah untuk melakukan ini menjadi suatu kenyataan. Jika niat politis itu ada, maka pemerintah tidak akan segan untuk mengalokasi anggaran yang memadai untuk mewujudkan suatu niat mulia dalam rangka menuju kota sehat.
Masyarakat perlu diajak dan diberdayakan, serta perlu ada sangsi sosial dan hukum bagi mereka yang melanggar ini. Semua pihak harus menjadi serius, karena di negara-negara maju sampah adalah persoalan serius yang mereka atasi karena ini terkait dengan kampanye politik bagi beberapa kota.
Politik harus dijalankan secara riil dan mengedepankan kepentingan banyak orang karena itulah tujuan negara hadir untuk rakyatnya demi kesejahteraan bersama. Mengurus sampah adalah masalah politik terkait dengan etika dan estetika yang harus dilakukan oleh pemerintah dan masyarakatnya.
Baca: Sekolah Ini Ubah Mesin Cuci Bekas Jadi Tempat Sampah
Baca: 363 Kilogram Sampah Plastik Berhasil Diangkut dari Pesisir Desa Bajo Minsel
Regulasi yang tepat perlu didesain dan diperkuat pengawasannya. Kita sudah punya banyak peraturan daerah tentang sampah sebagai produk politik, tapi semuanya seperti tidak berjalan. Artinya produk politik itu, hanya sekadar jadi dan tidak pernah diimplementasikan secara benar. Sehingga tidak mengherankan jika di kota-kota yang perda sampahnya dipasang di baliho di pinggir jalan, tidak memberikan efek karena tidak ada pengawasan yang ketat untuk menjalankannya. Jangan-jangan hanya sekadar retorika belaka dan ada anggaran untuk membuat perda, tapi tidak memiliki jiwa aktualisasi di dalamnya.
Ini sangat memprihatinkan, jika pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, serta masyarakat sebagai pelaku tidak saling memahami dalam mencapai tujuan kota sehat.
Secara politik, pemerintah bisa menggunakan anggarannya untuk kampanye tentang sampah di setiap sudut kota, menggunakan berbagai media online, media sosial, untuk gerakan kampanye massal tentang pengelolaan sampah dan mendorong masyarakat supaya menaati apa yang sudah dikampanyekan dan diregulasikan oleh pemerintah.
Sebagai penutup, izinkan saya mengisahkan apa yang dilakukan oleh pendiri Singapura modern Lee Kwan Yew sebagai Perdana Menteri Singapura legendaris yang mampu meninggalkan warisan bagi Singapura seperti saat ini.
BERITA POPULER:
Baca: Hotman Paris Blak-blakan Penghasilannya dari Youtube Chanel, Melebihi Gaji Pengacara?
Baca: Golkar Usung Capres dan Cawapres Sendiri di Pilpres 2024, Signal Sumbang 24 Hewan Kurban
Baca: Menyamar jadi Pengantin Pria, Remaja Ini Setubuhi Wanita di Malam Pertama, Ini Kronologinya
Awalnya, Singapura adalah kota kecil yang semrawut, kotor dan tidak terurus dengan baik. Tapi oleh Lee, Singapura diubah menjadi lebih beradab dengan cara memaksa masyarakatnya untuk menaati tidak membuang sampah sembarangan. Dan jika ditemui ada masyarakat yang membuang sampah sembarang saja, akan dimasukkan ke dalam penjara atau harus membayar denda ribuan dolar.
Masyarakat Singapura awalnya tidak senang dan merasa tersiksa dengan kebijakan politik Lee, karena merasa sulit mengubah perilaku mereka, tapi dia terus menjalankannya dengan konsisten.
Produk politik dari Lee Kwan Yew dapat dituai saat ini, di mana Singapura memiliki kota paling bersih sedunia. Semua ini adalah resonansi dari politik yang perlu dimainkan oleh pemerintah, sehingga masyarakat akan percaya dan mendukungnya.
Kita juga bisa meniru Singapura, jika ada niat. (*)
Baca: Megawati Bicarakan Mahathir: Sinyal Prabowo Maju di 2024?
Baca: Kandouw Lawan Sepadan Tetty-Vicky: Begini Analisa Pengamat Politik
Baca: Gerindra Setuju Awasi Media Digital: Begini Kata Fadli Zon