Emas Coklat Tak Sekinclong Dulu: Petani Tareran Ini Masih Raup Rp 7 M

Penulis: Tim Tribun Manado
Editor: Lodie_Tombeg
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petani cengkih di Boltim

"Kami minta pemerintah segera naikkan harga cengkih ke Rp 100 ribu, sudah terlalu lama kami menderita, hidup rasanya sulit sekali, ngutang sana sini," kata dia. Cengkih pernah jadi primadona di Sulut. "Kalau dulu kami smokol (sarapan) di Jakarta, makan siang di Singapura," kata Om Arie, warga Kombi Minahasa akhir pekan lalu. Sebut Arie (45), kala itu ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Ayahnya adalah petani cengkih.

"Memang itu kisah betul, bahkan dulu kami cuci tangan pakai bir," kata dia. Dikatakan Arie, cengkih dulunya punya harga tinggi. Sekilo kala itu Rp 15 ribu. "Perbandingannya harga beras Rp 75 per liter," kata dia. Cerita Om Arie, banyak warga yang saking banyaknya uang, hidup berfoya-foya. Beli mobil Jeep hingga tiga (unit), hingga beli kulkas. "Padahal tak ada listrik, jadi kulkasnya diisikan baju, mirip lemari saja," kata dia.

Aku Om Arie, petani kala itu memang tidak menabung. Akibatnya saat harga cengkih jatuh, kehidupan berubah. "Semua harta dijual, ada mobil yang kini tinggal rangka," kata dia. Bart Onibala punya cerita lain.

Dikatakannya, banyak warga Tondano ‘Pante’ -sebutan untuk daerah penghasil cengkih di Minahasa- yang keluar negeri. Piala Dunia 1986 di Meksiko menyita perhatian dunia lewat aksi bintang asal Argentina Diego Armando Maradona. Banyak warga Tondano Pante yang menonton aksi Maradona di PD paling fenomenal itu.

"Banyak yang pergi ke sana," kata dia.
Uang banyak membuat orang dilanda kegilaan. Cerita Bart, beberapa petani cengkih sempat berniat membeli gajah sirkus dari India yang mentas di lapangan Tikala. "Berapa saja mereka tawar, tapi sang pemilik gajah enggan menjual," kata dia.

Harga cengkih di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur bervariasi. Menurut Ulu Paputungan, warga Tutuyan II, yang ditemui tribunmanado.co.id, Selasa (16/7/2019), memang harga cengkih kering bervariatif, karena banyak pengusaha yang datang membeli. "Harganya ada Rp 73 ribu sampai Rp 75 ribu," ujar Ulu.

Kata dia, pembeli ada dari Tutuyan dan juga dari luar Boltim. Bukan hanya cengkih kering dibeli, namun cengkih belum dijemur (mentah). Rata-rata warga Boltim, memiliki cengkih jenis sansibar.

Kendala yang dihadapi petani, saat ini, cuaca. "Kami harus keluarkan biaya, namun cuaca hujan. Sehingga cengkih tidak kering," ujar dia lagi. Musmar Mokodompit mengatakan, harga cengkih tak menentu, tergantung pengusaha yang ambil. Minggu lalu, harganya Rp 72 ribu. "Kami masih simpan sebagian. Menunggu ada kenaikan seperti tahun sebelumnya Rp 85 ribu ," ujar Musmar.

Kepala Bidang Perkebunan Kusno Mamonto mengatakan, lahan cengkih di Boltim berdasarkan data 2017 di Dinas Pertanian Boltim, mencapai 4.949,11 hektare dengan rincian belum menghasilkan 2.514,64 hektare sedangkan menghasilkan 2.122, 25 hektare. Walaupun, ada beberapa hektare lahan yang gagal panen, namun tahun ini bisa dipastikan produksi mengalami kenaikan.

Data Produksi tahun 2017 di Boltim mencapai 879 ton. Kemungkinan mengalami kenaikan di 2019. Mengingat 2018 hanya beberapa lahan cengkih berbuah. "Saya pastikan, tahun ini ada kenaikan signifikan. Karena cengkih berbuah banyak," ujar Kusno Mamonto.

Lanjut dia, tahun ini, ada bantuan bibit dari Provinsi Sulut sebanyak 21 ribu. Mudah-mudahan bisa meningkatkan produksi cengkih. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Boltim Soetiono mengatakan, ada tiga wilayah yang paling terbesar lahan ditanam cengkih, Modayag 1.381,97 hektare, Nuangan 1.298,69 hektare dan Tutuyan 1.105,87 hektare.

"Kami akan terus kembangkan tanaman ini. Sebab komoditi unggulan di Boltim yakni cengkih dan kelapa," ujar Soetiono. Program pemerintah akan terus diperdayakan guna menjaga komoditas unggulan di Boltim.

Deivi Karamoy, pemilik kebun cengkih di Desa Talaitad dan Desa Lansot, Kecamatan Tareran, Kabupaten Minahasa Selatan merasa bersyukur harga cengkih sudah berangsur naik.

Menurut karyawan swasta ini, jika harga cengkih hanya berkisar Rp 60 ribu, petani tidak akan mendapat untung. "Harganya tembus Rp 65 ribu saja itu sudah ada untung walaupun tipis," kata Karamoy, Selasa (16/7/2019).

Dia mengakui karena masuk dalam panen raya, maka tidak ada pekerja di kebunnya yang berasal dari Minsel. Pemetik cengkih di dua kebunnya diambil dari daerah seperti Sangihe sekitarnya.

Halaman
1234

Berita Terkini