Minta MK Sahkan Presiden Terpilih Jokowi: Ini Dalil KPU yang Sulit Dibantah Kubu Prabowo

Penulis: Tim Tribun Manado
Editor: Lodie_Tombeg
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ruang sidang Mahkamah Konstitusi

Bambang menyebut ada tiga poin kegagalan KPU. Pertama, kata dia, KPU menyatakan menolak perbaikan permohonan yang dilakukan pihaknya tetapi menjawab sejumlah poin yang disampaikan dalam perbaikan itu. Kedua, Bambang menilai KPU melakukan kesalahan fundamental lantaran menyebut calon wakil presiden 01 Ma'ruf Amin bukan pejabat Badan Usaha Milik Negara.

Bambang berkukuh Ma'ruf Amin adalah pejabat perusahaan pelat merah dan anak perusahaan BUMN adalah BUMN. Dia menyebut sejumlah rujukan, di antaranya Putusan MK Nomor 21 Tahun 2017, Putusan MK Nomor 48 Tahun 2013, Peraturan Menteri BUMN Nomor 3 Tahun 2013, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Antikorupsi.

"Termohon juga telah melakukan kegagalan yang sangat fundamental. Cawapres 01 dikatakan bukan menjadi pejabat dan anak cabang perusahaannya bukan BUMN hanya merujuk pada aturan BUMN saja," kata mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini.

Baca: Pemerintah Kabupaten, TNI, Polri hingga Masyarakat Bahu Membahu Angkat Eceng Gondok di Danau Tondano

Ketiga, Bambang menyoal perbedaan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dia mengklaim, saat penetapan rekapitulasi perhitungan suara hasil pilpres 2019 pada 21 Mei lalu, jumlah TPS sebanyak 812.708. Kata dia, jumlah TPS di Sistem Informasi Perhitungan Suara (Situng) KPU adalah 813.336.

Bambang lagi-lagi menyebut KPU melakukan kegagalan fundamental dalam menjawab permohonan. Dia juga berujar sidang MK sekaligus menjadi forum meyakinkan publik, selain hakim MK. "Saya khawatir dia gagal untuk meyakinkan hakim-hakim di MK. Selamat datang kegagalan termohon satu," kata Bambang. 

Ketua Tim Hukum TKN, Yusril Ihza Mahendra menghadiri sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Jumat (14/6/2019). Sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau Sengketa Pilpres mengagendakan pemeriksaan pendahuluan kelengkapan dan kejelasan pemohon dari tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN). Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

Tim 01 Bantah Polri-BIN Tak Netral

TIM kuasa hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyebut tudingan kuasa hukum Prabowo-Sandiaga ihwal ketidaknetralan Polri dan Badan Intelijen Negara tidaklah berdasar. Bantahan ini disampaikan dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden 2019 di MK, kemarin.

Tim Jokowi menyebut pihak Prabowo selaku pemohon tidak menguraikan secara jelas dan spesifik kejadian pelanggaran seperti apa yang dilakukan aparat kepolisian dan intelijen, di mana terjadinya, kapan waktunya, bagaimana kejadiannya, siapa pelakunya, bagaimana akibat dan hubungannya terhadap perolehan suara pasangan calon.

"Dalil pemohon mengenai ketidaknetralan aparat bersifat asumtif dan tendensius karena didasarkan pada dugaan-dugaan yang keliru dan tidak berdasar," kata kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, I Wayan Sudirta saat membacakan keterangan.

Sebelumnya dalam sidang tanggal 14 Juni lalu, tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga menuding bahwa aparat kepolisian dan intelijen tak netral di pilpres 2019. Mereka menyebut ketidaknetralan aparat sebagai salah satu dalil bahwa telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif.

Sudirta menyinggung telegram Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada 18 Maret 2019 yang menginstruksikan agar anggota Polri menjaga netralitasnya di Pemilu 2019. Tim hukum Jokowi juga menyampaikan bantahan ihwal pengakuan eks Kepala Kepolisian Pasirwangi Garut Jawa Barat, Sulman Aziz yang menyebut ada instruksi atasan agar polisi melakukan pemetaan dukungan di pilpres.

Menurut tim hukum pasangan 01 ini, pengakuan itu telah dicabut sendiri oleh Sulman Aziz. Selain itu, perolehan suara pilpres 2019 Prabowo-Sandiaga juga unggul di Kabupaten Garut. Suara Prabowo-Sandiaga 72,16 persen, Jokowi-Ma'ruf 27,84 persen.

"Dengan demikian patutlah dalil pemohon ini untuk dikesampingkan dan dinyatakan tidak beralasan secara hukum," kata Sudirta.

Sebelumnya tim kuasa hukum Prabowo juga menyinggung indikasi ketidaknetralan aparat Polri karena adanya akun instagram @AlumniShambar sebagai akun induk pendengung atau buzzer anggota Polri di setiap Kepolisian Resor. Informasi ini disebarkaan oleh akun pseudonim @Opposite6890 yang menurut pihak Jokowi tidak jelas.

"Dalil pemohon didasarkan pada sumber akun sosial media yang pseudonim yang tidak jelas siapa penangggungjawabnya dan terlebih lagi konten yang selalu disebarkan kebanyakan konten yang bersifat hoaks," ucap Sudirta.

Halaman
1234

Berita Terkini