2 Warga Afganistan Bakar Diri, Kepala Rudenim Manado: Status Mereka Immigratoir

Penulis: Aldi Ponge
Editor: Aldi Ponge
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Arthur Mawikere, Kepala Rumah Detensi Imigrasi Manado berkomunikasi dengan para WNA, pada Selasa (21/11/2017)

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado Arther Mawikere memberi tanggapan terkait aksi bakar diri dua penghuni Rudenim.

Aksi tersebut dilakukan seorang pria asal Afghanistan bernama Sajjad (24). Namun sang paman pamannya, Muhammad Rahim (60) ikut terbakar saat berdiri disampingnya.

Mereka bakar diri sebagai upaya mereka memperjuangkan hak menjadi status sebagai pengungsi.

Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado Arthur Mawikere mengatakan status penghuni rudenim final reject atau ditolak sebagai pengungsi.

“Yang jelas status mereka final reject, dan sejak 01 Februari 2019 berada dalam pengawasan Imigrasi sesuai surat UNHCR tanggal 31 Januari 2019,” ujarnya.

“Termasuk Internasional Organizations for Migrations yang telah memutus pemberian fasilitas mereka, oleh karena ulah dan perbuatan mereka yang menolak beberapa kali pihak UNHCR untuk menemui mereka. Sehingga status mereka adalah Immigratoir sesuai UU nomor tahun 2011 tentang kemigrasian,” ujar Mawikere lagi.

Diketahui, Immigratoir adalah istilah untuk pelaku pelanggaran Peraturan Keimigrasian yang diatur dalam Undang-Undang nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Baca: VIDEO Kecelakaan Maut di Kairagi, Warga Kerumuni Tubuhnya hingga Darah Bercucuran dari Kepala

Baca: Marcelino Mongi Tewas Kecelakaan Lalu Lintas di Kairagi, Teman SMA: Talalu bae Ngana pa Torang

Baca: Ini Identitas Korban Tewas Kecelakaan di Jalan AA Maramis Kairagi: Lino Bukang Ngana ini Toh?

Kondisi Sajjad yang Membakar Diri (Jufry Mantak)

Aksi Bakar Diri

Sajjad (24), dan pamannya, Muhammad Rahim (60), Dua orang penghuni Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) melakukan aksi bakar diri pada Rabu (06/02/2019).

Aksi protes terkait status mereka, sebenarnya sudah dilakukan penghuni Rudenim Manado lainnya dengan melakukan aksi mogok makan dan unjuk rasa damai dalam beberapa tahun terakhir. 

Sajjad sudah tinggal selama 9 tahun di Rudenim Manado.

Dia bahkan menghabiskan kuliahya di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado pada 2018 silam

Amatan tribunmanado.co.id di ruangan Irina A RSUP Prof Kandou Manado, pada Sabtu (9/2/2019), tampak luka bakar memenuhi tubuh Sajjad. 

Begitu pun kondisi pamannya, Muhammad Rahim (60) tampak sedang tidur.

"Selama 9 Tahun kami di Rudenim, haknya kami selalu diambil. Bahkan kamar kami pernah dihancurin," jelas Sajjad ke wartawan tribunmanado.co.id, Sabtu (09/02/2019).

Baca: Begini Kondisi Sajjad, Warga Afganistan yang Bakar Diri di Rudenim Manado, Teriak Kesakitan, Parah?

Baca: Warga Afganistan di Rudenim Manado Bakar Diri, Ini Kata Dosen Hukum Internasional Soal Status Mereka

Baca: 2 Warga Afganistan di Rudenim Manado Lakukan Bakar Diri, Sajjad: Kami Bukan Pembuat Kriminal

Kondisi Sajjad yang membakar dirinya (Jufri Mantak)

Ditambahkannya, peristiwa itu berawal dirinya dan keluarga menuntut hak mereka. Padahal katanya, mereka bukan pelaku kriminal di Manado

"Kami tidak pernah buat kekacauan di Kota Mando. Selama ini kami damai di sini," ucapnya.

"Mereka mau menangkap kami seperti orang pembuat kriminal. Kami hanya ingin hidup damai di Manado, kenapa mau ditahan seperti orang pembuat kriminal," sesalnya.

Ditambahkannya, saat itu dia sudah menyiram tubuhnya dengan bensin.

"Saya sudah bilang, jangan ada yang maju, di situ ada penjaga Rudenim dan Polisi. Namun ada satu Polisi yang maju dang mengatakan coba kalau kamu berani," bebernya.

Mendengar perkataan itu, Sajjad langsung menyalakan korek api, dan tubuhnya langsung terbakar.

Bahkan pamannya yang berdiri di sampingnya, ikut terbakar. Untung, tidak sampai meninggal.

Keduanya dilarikan ke RS RW Mongisidi lalu dirujuk RSUP Prof Kandou Manado untuk mendapatkan perawatan medis.

Beberapa tahun terakhir, penghuni rudenim Manado terus menggelar demo dan aksi mogok makan untuk memprotes kebijakan pemerintah Indonesia dan PBB

Bahkan satu keluarga memberi anak mereka dengan nama "Tahanan PBB" dan Tahanan PBB Dua"

Aksi mereka mogok makan diantaranya meminta agar mereka bisa dipindahkan ke Commumity House.

Mereka menilai tinggal di rudenim bak hidup dalam penjara.

Sedangkan dalam Commumity House bisa berinteraksi dengan penduduk setempat.

Adapula menuntut diberi suaka ke Australia dan Amerika Serikat.

Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado (TRIBUNMANADO/JUFRY MANTAK)

3 Pencari Suaka Mogok Makan

Sementara itu, tiga penghuni Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Manado, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menggelar aksi mogok makan, pada   Selasa (5/2/2019) pekan lalu

Informasi yang dihimpun tribunmanado.co.id, ketiga pengungsi tersebut terdiri suami istri dan seorang anak.

Mereka menolak makan makanan yang disediaka pihak rudenim Manado.

"Iya memang ada, tapi mereka sendiri yang tidak mau makan makanan ada disediakan. Hanya mereka sendiri (penghuni) yang tidak mau," jelas seorang penjaga Rudenim Manado,

Ditambahkannya, ketiga pengungsi tersebut ini ingin mereka makan di luar.

"Lebih jelasnya tanya ke kepala kami. Karena kami hanya ditugaskan untuk menjaga," ujarnya.

Hingga siang ini, wartawan belum dizinkan bertemu kepada tiga WNA yang mogok makan tersebut

"Harus ada persetujuan dari atasan kami. Itu sudah jadi prosedur kami," tambahnya

"Kepala Rudenim tidak ada di kantor. Ini hari libur, jadi tidak ada yang masuk kantor," bebernya.

Akibat aksi protes tersebut anak-anak pengungsi tersebut tak sekolah lagi. Padahal sudah masuk tes persiapan ujian nasional.

TONTON JUGA:

Berita Terkini