Menurut Jokowi, pembebasan Abubakar sudah melalui pertimbangan sejak awal tahun lalu dan hasil diskusi dari Kapolri Tito Karnavian, Menkopolhukam Wiranto, pakar-pakar, dan terakhir masukan dari Ketua Umum PPP Yusril Ihza Mahendra. "Ini pertimbangan yang panjang, pertimbangan dari sisi keamanan dengan Kapolri, dengan pakar, terakhir dengan Pak Yusril," ucap Jokowi.
"Tadi saya sampaikan pertimbangan kemanusiaan dan juga karena yang berkaitan dengan peralatan kesehatan," papar Jokowi.
Namun soal pembebasan tersebut berbeda pandangan dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto.
Wiranto mengungkapkan rencana pembebasan Abu Bakar Ba'asyir masih perlu dipertimbangkan, terutama aspek ideologi Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hukum.
"Presiden sangat memahami permintaan keluarga tersebut, tetapi masih perlu dipertimbangkan dari aspek lainnya, seperti aspek ideologi Pancasila, NKRI, hukum dan lain sebagainya," ucap Wiranto.
Baca: Abu Bakar Baasyir Batal Bebas, Yusril : Yang Penting Tugas Presiden Sudah Saya Laksanakan
Baca: Tak Penuhi Syarat-syarat Ini, Abu Bakar Baasyir Batal Bebas
Wiranto mengatakan bahwa Presiden tidak boleh serba terburu-buru dan tidak berpikir panjang.
Wiranto menegaskan keputusan pembebasan Abu Bakar Ba'asyir perlu pertimbangan aspek lainnya.
"Jadi presiden tidak boleh grusa-grusu, tidak serta merta membuat keputusan tapi perlu mempertimbangkan dari aspek lainnya," jelas Wiranto
Melihat situasi yang ada, Jokowi kemudian berubah pemikiran, ia lantas membatalkan pembebasan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba'asyir. Jokowi menegaskan pembebasan Baa'asyir harus tetap sesuai mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut Jokowi, pembebasan Ba'asyir hanya dapat dilakukan dengan pemberian Pembebasan Bersyarat (PB). Konsekuensi pemberian PB tersebut adalah terpidana kasus terorisme harus memenuhi beberapa syarat umum dan khusus, termasuk menandatangani surat pernyataan kesetian terhadap Pancasila dan NKRI.
"Kita ini kan juga ada sistem hukum, ada mekanisme hukum yang harus kita lalui. Ini namanya Pembebasan Bersyarat, bukan pembebasan murni. Pembebasan Bersyarat, syaratnya itu harus dipenuhi, kalau tidak kan nggak mungkin saya nabrak. Ya kan? Contoh syaratnya itu setia pada NKRI, setiap pada pancasila. Itu basic sekali itu, sangat prinsip sekali, jelas sekali," ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (22/1/2019).
Jokowi menegaskan, sistem dan mekanisme hukum untuk Pembebasan Bersyarat tetap harus ditempuh dan tidak bisa dikesampingkan, termasuk oleh dirinya selaku presiden. Ia menekankan dirinya selaku presiden tidak boleh melanggar aturan hukum untuk pembebasan Ba'asyir.
" Saya nabrak kan nggak bisa. Apalagi sekali lagi, Ini sesuatu yang basic, setia pada NKRI dan Pancasila," imbuhnya.
Jokowi menyatakan, adanya rencana pembebasan Ba'asyir tidak terlepas adanya permohonan dari pihak keluarga mengingat Ba'asyir telah berusia 80 tahun dan mengalami gangguan kesehatan.
"Bayangkan kalau kita sebagai anak, liat orang tua kita sakit-sakitan seperti itu, yang saya sampaikan secara kemanusian," ujarnya.