Kisah Pemimpin Yahudi dan Toleransi di Sulawesi Utara

Penulis: Finneke
Editor: Indry Panigoro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sinagoga ini banyak menerima tamu dari berbagai latar belakang, baik dari dalam maupun luar negeri.

Seperti mahasiswa teologi, mahasiswadari universitas Muslim, lembaga pemerintahan dan kelompok lainnya.

Hal ini terlihat dari berbagai dokumentasi serta buku tamu yang berada di ruangan belakang Sinagoga tersebut.

“Mereka mendapat penjelasan tentang agama Yahudi. Mereka bisa mendengar langsung, tak hanya sekadar membaca informasi yang ada di internet atau sumber lain. Saya juga pernah mengundang warga Muslim sekitar sini untuk buka puasa bersama. Yahudi di London melakukan itu dan saya lakukan itu di sini,” katanya.

Yaakov saat ini sering tampil di seminar- seminar yang menghadirkan tokoh
lintas agama.

Yaakov Baruch di Sinagoga Shaar Hashamayim (TRIBUNMANADO/FINNEKE WOLAJAN)

Ia pernah mewakili Indonesia mengikuti seminar selama dua bulan di Amerika bersama perwakilan Katolik dan Muslim.

Dalam seminar tersebut mereka mendapat pelatihan bagaimana menjadi pionir untuk memecah konflik agama.

“Dalam setiap diskusi lintas agama, saya selalu memposisikan diri sebagai penengah jika terjadi kebuntuan dalam diskusi. Orang Yahudi tak menganggap bahwa agama di luar Yahudi sesat. Masuk surga tak harus menjadi Yahudi. Namun semua orang bisa masuk surga dengan agamanya masing-masing,” ujarnya.

Dalam berbagai seminar Yaakov memberi pengertian bahwa semua bersumber dari pikiran, dari ketidaktahuan.

Sebab menurutnya orang cenderung membenci karena tidak tahu. Semisal ketika terjadi kebuntuan dalam diskusi soal daging babi. Muncul pertanyaan kenapa Muslim tak makan babi dan Kristen makan.

“Saya menyamakan persepsi dengan menarik kembali sejarah, agar diskusi tetap pada koridor. Jika belajar sejarah, kita akan menemukan benang merah. Karena agama Samawi punya sumber yang sama,” ujarnya.

Yaakov mengaku nyaman menganut kepercayaannya sekarang. Meski di Indonesia sendiri Yahudi sering dihubung-hubungkan dengan konflik Israel dan Palestina. Padahal menurut Yaakov, konflik di dua negara tersebut bukan konflik agama, melainkan konflik wilayah. Ia pun pernah dipaksa membuka atribut Yahudinya saat berada di sebuah mall di Jakarta, enam tahun lalu.

Di Sulawesi Utara saat orang mengetahui ia adalah seorang Yahudi, ia mendapat dukungan. Warga pun tak mempermasalahkan agamanya itu.

Bahkan ia bisa dengan leluasa mengenakan atribut agamanya. “Saya nyaman bergaul dengan siapa saja, dengan identitas saya sebagai penganut Yahudi,” ujarnya.

Yaakov memakai agama Kristen di kartu tanda penduduknya. Sebenarnya ia berkeinginan untuk mengosongkan kolom agama di KTP. Sudah beberapa kali ia menyampaikan itu ke Pemerintah Kota Manado, namun sesuai aturan kolom agama tak boleh kosong. Sehingga ia terpaksa memakai agama Kristen.

Yaakov Baruch di Sinagoga Shaar Hashamayim. (TRIBUN MANADO/FINNEKE WOLAJAN)
Halaman
1234

Berita Terkini