Bukit Asam Optimistis Proyek Listrik Jalan Terus

Penulis: Tim Tribun Manado
Editor: Lodie_Tombeg
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Teller sebuah bank di Jakarta Selatan menghitung uang rupiah di atas dolar Amerika Serikat, Jumat (24/1/2014).

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Boleh jadi, saat ini para perusahaan listrik swasta alias independent power producer (IPP) sedang was-was pasca Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan kebijakan penundaan sejumlah proyek setrum.

Namun, PT Bukit Asam Tbk yakin, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Banko Tengah Sumsel 8 yang sedang mereka kerjakan tidak masuk dalam daftar penundaan pemerintah tersebut.

Dasar keyakinan Bukit Asam adalah proyek PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 sudah melewati tahap financial close atau kepastian mendapatkan pendanaan. Selain itu, BUMN tambang ini berkeyakinan, pemerintah memberi perhatian lebih untuk proyek listrik yang mengusung konsep mulut tambang.

Lagipula, menurut Bukit Asam, pembiayaan proyek PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 tak berisiko mengurangi devisa. "Jadi, kami enggak ada masalah karena kami enggak mengurangi devisa, malah membawa devisa karena loan (pinjaman) dari luar," ujar Arviyan Arifin, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk, kepada KONTAN, Jumat (7/9).

Sekadar tahu, PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 adalah bagian dari megaproyek 35.000 megawatt (MW) pemerintah. Pembangkit listrik itu berada di daerah Banko Tengah, Sumatra Selatan dan memiliki kapasitas 2x620 MW.

Penggarap proyek ini adalah PT Huadian Bukit Asam Power yang merupakan perusahaan patungan antara Bukit Asam dan China Huadian Hong Kong Company Ltd. Bukit Asam memiliki 45% saham dan porsi selebihnya milik mitra kongsi.

Pada Mei 2018, Huadian Bukit Asam mendapatkan pinjaman dari China Export Import (CEXIM) Bank sebesar US$ 1,26 miliar. Dana tersebut untuk mencukupi 75% kebutuhan investasi PLTU tersebut. Lalu, 25% dana investasi berasal dari kas Bukit Asam dan China Huadian.

Target penyelesaian pembangunan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 adalah awal 2022 mendatang. "Saat ini sedang berjalan pembangunan fisik dan mulai mengerjakan pabrikasinya," kata Arviyan.

Selain PLTU Mulut Tambang Sumsel 8, Bukit Asam juga sedang menjajaki proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Perusahaan tambang berkode saham PTBA di Bursa Efek Indonesia itu berharap, bisa merealisasikannya pada akhir tahun nanti.

Sementara di sektor pertambangan batubara, Bukit Asam menargetkan produksi 25,88 juta ton batubara di tahun ini. Target itu 6,72% lebih besar ketimbang realisasi produksi tahun lalu sebanyak 24,25 juta ton batubara. Sampai Agustus, Bukit Asam merealisasikan produksi sebesar 17 juta ton batubara.

Bukit Asam menjual sekitar 60% produksi batubara mereka ke pasar mancanegara. Tak heran, perusahaan pelat merah ini juga berharap keuntungan lebih di tengah penguatan nilai tukar dollar Amerika Serikat (AS) atas rupiah.

Bukit Asam Gandeng Angkasa Pura II

PT Bukit Asam Tbk menambah daftar kerjasama proyek setrum. Terbaru, mereka meneken nota kesepahaman dalam rangka pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan PT Angkasa Pura (AP) II.

Penandatanganan kesepakatan dengan pengelola bandara di kawasan Barat Indonesia itu merupakan langkah awal. Arviyan Arifin, Direktur Utama Bukit Asam berharap, pelaksanaan proyek juga berjalan lancar.

Sementara AP II berkepentingan mencari alternatif sumber listrik. "Dengan melihat dampak cost penggunaan listrik yang tinggi, maka dapat dipertimbangkan untuk menggunakan listrik alternatif dalam mencapai efisiensi operasi bandara," ungkap Djoko Murjatmodjo, Director of Engineering and Operation Angkasa Pura II dalam keterangan resmi kepada media, kemarin (7/9).

Perusahaan pengelola bandara pelat merah itu juga terikat peraturan standar emisi dunia dalam pengelolaan bandara. Oleh karena itu, Muhammad Awaluddin, Presiden Direktur AP II, mengatakan, target perusahaannya ke depan adalah menjadi eco friendly airport.

Dolar Kuat, Trisula Menaikkan Harga Jual

PT Trisula International Tbk tak bisa menahan lebih lama lagi efek penguatan dollar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah. Perusahaan tekstil itu menyatakan sudah menaikkan harga jual sebagian produknya.

Namun, kenaikan harga jual produk Trisula International diterapkan untuk sejumlah produk tertentu saja. "Penyesuaian (harga jual) ada tetapi belum masif. Masih kami jaga dulu sebagian harga jual," kata Dina Achmad Sungkar, Direktur PT Trisula Internationalula International Tbk kepada KONTAN, Jumat (7/9).

Jika melongok laporan kinerja keuangan, besar kemungkinan Trisula International berpotensi menjaring keuntungan lebih di tengah kurs dollar AS. Sebab, perusahaan berkode saham TRIS di Bursa Efek Indonesia itu, mengantongi mayoritas pendapatan dari pasar luar negeri.

Untuk periode 30 Juni 2018, misalnya, nilai ekspor pakaian jadi menyentuh angka
Rp 336,67 miliar atau 81,40% terhadap total penjualan bersih Rp 413,58 miliar. Kontribusi penjualan selebihnya berasal dari pasar ekspor.

Trisula International menggaet tiga pelanggan besar dengan masing-masing nilai transaksi lebih dari 10% terhadap total penjualan bersih semester I-2018. Ketiga pelanggan itu meliputi The Workwear Group, Cambridge dan Dimensions.

Meski begitu, manajemen Trisula International belum bersedia membeberkan strategi memanfaatkan peluang penguatan dollar AS di pasar ekspor. Selama ini, kendaraan bisnis TRIS di pasar mancanegara melalui Trisco Tailored and Woven International Ltd. Produk andalannya berupa seragam, seragam fungsional dan pakaian golf.

Berdasarkan catatan KONTAN, tahun ini, Trisula International menargetkan pertumbuhan penjualan dan laba bersih masing-masing sebesar 10% year on year (yoy). Tahun lalu, perusahaan ini membukukan penjualan bersih sekitar Rp 773,81 miliar.

Laba neto setelah dampak penyesuaian proforma atas transaksi restrukturisasi entitas sepengendali atau laba bersih tercatat Rp 14,19 miliar. Kinerja penjualan bersih dan laba bersih tahun 2017 turun ketimbang tahun 2016.

Dalam rangka memacu penjualan di pasar dalam negeri, Trisula International menambah jumlah gerai di bawah bendera JOBB dan Jack Niclauss. "Ekspansi gerai baru ada satu unit gerai milik sendiri dan tujuh unit counter," tutur Dina

Sejauh ini, Trisula International memiliki lebih dari 300 gerai ritel yang tersebar di beberapa wilayah. Perusahan tersebut juga menggarap jaringan pemasaran melalui e-commerce. Hanya saja, kontribusinya sejauh ini belum seberapa.

Lonjakan Permintaan Menaikkan Harga Batubara

Harga batubara tetap dalam tren bullish dalam beberapa waktu ke depan. Masih tingginya permintaan dari sejumlah negara kawasan Asia memberi sentimen positif pada komoditas ini.

Kemarin, harga batubara kontrak pengiriman Oktober di ICE Futures bertengger di US$ 114,00 per metrik ton, atau menguat tipis 0,04% ketimbang sehari sebelumnya. Adapun dalam sepekan terakhir, harga batubara telah menguat 1,56%.
Sebenarnya, sepanjang pekan ini pergerakan si hitam cenderung stagnan. Karena selalu ada di level US$ 113 per metrik ton dan menjajal posisi US$ 114 per metrik ton.

Kendati demikian, analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, dalam waktu dekat harga batubara berpotensi menguat dan bisa melampaui US$ 114,15 per ton yang dicapai pada 29 Agustus lalu. Sekadar catatan, angka tersebut merupakan level tertinggi batubara sejak Januari 2013.

Alasannya, permintaan batubara yang tinggi dari Filipina, Vietnam, hingga Korea Selatan, membuat harga komoditas tersebut masih berada di tren bullish. "Padahal, Korea Selatan sudah mulai membatasi penggunaan batubara, namun faktanya kebutuhan impor komoditas energi masih cukup tinggi," terang dia, Jumat (7/9).

Selain itu, katalis positif bagi pergerakan harga batubara juga berasal dari kabar adanya sejumlah tambang di China yang ditutup sebagai efek dari inspeksi lingkungan. Dengan begitu, permintaan batubara dari China berpotensi meningkat, untuk mengantisipasi ancaman berkurangnya cadangan.

Lebih lanjut, terdapat prediksi dari Fitch bahwa cadangan gas alam dunia akan mengalami defisit di periode 2020-2025. Alhasil, sejumlah perusahaan pengelola pembangkit listrik mulai kembali mengincar batubara.

Direktur Garuda Berjangka Ibrahim menilai, penguatan harga batubara juga terbantu oleh koreksi yang terjadi pada indeks dollar AS dalam dua hari terakhir.

Efek data AS

Namun, dalam jangka pendek Ibrahim memprediksi kenaikan harga batubara akan cenderung terbatas. Itu pun bergantung pada data ekonomi AS. Kemarin, AS mengumumkan non-farm payroll di Agustus mencapai 201.000, jauh lebih tinggi ketimbang proyeksi dan realisasi bulan sebelumnya. Dus, ada kemungkinan harga batubara kembali tertekan.

Sentimen perang dagang AS dan China juga dapat membayangi prospek harga batubara. Efek perang dagang membuat perekonomian China melambat, sehingga bisa memicu berkurangnya permintaan batubara dari negara itu.

Belum lagi, AS juga mulai membidik Jepang sebagai sasaran kebijakan tarif impor. Jika dampaknya serupa dengan China, maka pergerakan harga batubara bisa terganggu. Ini mengingat permintaan batubara dari Jepang juga tergolong tinggi.

Ibrahim memproyeksikan harga batubara berada di kisaran US$ 112,90-US$ 115,10 per metrik ton di awal pekan depan. Sedangkan dalam sepekan, Deddy menebak, si hitam bisa ada dalam rentang US$ 112,30-US$ 115,00 per metrik ton.  (Dimas Andi Shadewo/Ika Puspitasari/Dina Mirayanti Hutauruk)

Berita Terkini