Sudah Zaman Now, Sulut Masih Koleksi 'Jembatan Lapuk'

Editor: Lodie_Tombeg
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang warga melewati jembatan gantung Silimandungan, Bolmong, Jumat (24/11/2017).

"Kondisi sekarang tak sekuat waktu lalu, materialnya tak sekokoh jembatan pada saat sebelum kena bencana banjir bandang. Kami yang lewat diselimuti waswas dan serba hati-hati takut jembatan itu suatu saat ambruk lagi," urainya.
Peeng Liangga, petani lainnya, mengaku dengan diperbaikinya jembatan, dia sudah bisa angkut hasil bumi dari dalam kebun.

"Waktu masih rusak harus bergelantungan ke kebun, atau memutar jauh dari perkampungan sebelah," kata Peeng. Bermacam-macam hasil bumi seperti pala, kelapa, cengkih, coklat, pisang dan lainnya menjadi sumber penghasilan petani setempat. Hasil pertanian dijual di pasar Kotamobagu.

"Kalau untuk pergi kebun pagi sore. Kalau untuk ambil hasil (pertanian), tiga atau empat hari sekali," tandasnya. Tribun Manado coba melintas jembatan itu. Tak di ujung jembatan sudah terasa bergoyang.
Jembatan kayu juga dijumpai di Ibu Kota Provinsi Sulut, Manado. Seperti di Lingkungan V, Kelurahan Kairagi Weru, Kecamatan Paal Dua dan Dendengan Dalam menuju Tikala.

Jembatan kayu di Dendengan Dalam hanyut dibawa air saat banjir Manado tahun 2014. Sarana itu akses terdekat, Dendengan Dalam menuju Tikala. Warga pun tetap menggunakan jalur itu, namun dengan alat lain.
"Waktu itu kami menggunakam rakit. Aktivitas setiap hari selalu menggunakan rakit," ujar Coco Rahmat Rifan Pido (15), warga Dendengan Dalam.

"Pada 2014 jembatan putus, kami warga akhirnya menggunakan rakit. Memang cukup berbahaya karena kadang, arus sungai deras," ujar Syafril Parasana.
Beberapa waktu kemudian masih di tahun yang sama, TNI bersama Pemerintah Provinsi Sulut membantu membangun kembali jembatan. Tentu dengan bahan yang lebih kuat.

Hingga kini jembatan itu tetap kuat. Besi-besi dipinggir jembatan tampak erat. Meski bergoyang-goyang saat dilewati namun warga sekitar mengaku tidak takut. Karena jembatan itu diyakini sangat kuat.
Namanya Jembatan Loreng. Itu terlihat pada bagian atas gapura sebelum masuk jembatan. Warna catnya juga loreng seperti namanya.

Pantauan Tribun Manado, Jumat sore, di atas jembatan itu tampak ada sekitar 20 anak-anak. Mereka hanya mengenakan celana pendek. Tiba-tiba seorang anak melompat ke sungai. Anak itu hilang tertutup air kecokelatan yang terus mengalir.

Anak itu kemudian muncul kepermukaan air dan berteriak. “Om foto om” kata anak-anak meminta Tribun Manado mengambil gambar. Mereka sengaja melompat. Aktivitas bermain air itu mereka lakukan hampir setiap sore.
Dari atas jembatan, anak-anak yang tinggal sekitar situ melompat dengan tumpuan di besi jembatan. Begitu berulang kali. Jembatan hanya bergoyang. *

Berita Terkini