Laporan Tribun Manado, Kevrent Sumurung
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO- Adanya dugaan praktek aborsi yang dilakukan di clinik Bunda Maria, yang berlokasi di Paal 2 belakang swalayan Borobudur, membuat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, komisi 9, geram.
"Saya
selaku anggota komisi 9 membidangi kesehatan, mengecam dan mengutuk
keras tindakan ini," ketus anggota komisi 9 DPR RI, Aditya Anugerah Moha
Sked, Jumat (20/5)
Dikatakan, praktek abosri yang dilakukan di
klinik tersebut, jika terdapat dan apabila terbukti itu dilakukan secara
sistematis dan melibatkan tenaga medis tentu itu merupakan tindakan
diluar etika dan kewajaran. "Apalagi ada sumpah dokter," kata anggota
komisi 9 DPR RI, Aditya Anugerah Moha.
Mengenai kasus aborsi,
terangnya, dari statistik internasional pada tahun 1999, setiap tahun
terdapat sekitar 210 juta ibu yang hamil di seluruh dunia.
Dari
angka tersebut, 46 juta di antaranya melakukan aborsi dan hampir
setengahnya melalui cara-cara yang tidak aman. Akibatnya, terdapat 70
ribu kematian ibu akibat melakukan aborsi tidak aman setiap tahunnya.
"Sementara
empat juta lainnya mengalami kesakitan. Indonesia merupakan satu
diantara negara yang melarang praktek aborsi. Hal ini ditegaskan dalam
UU Kesehatan No 23 tahun 1991. Bahkan KUHP dengan tegas melarang
tindakan aborsi apapun alasannya," ucap Moha
Kemudian, lanjutnya, Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang angka kematian tertinggi di Asia tenggara disaat melahirkan.
Dari 100 ribu angka kelahiran, 307 orang ibu meninggal akibat aborsi.
"Di Indonesia ada 1,5 juta ibu yang menjalani aborsi yang tidak aman,"
jelasnya.
Ditambahkan, dari persentase 11-13 persen angka
kematian ibu (AKI) diakibatkan adanya kematian aborsi tidak aman (unsafe
abortion).
Lalu, data di Departemen Kesehatan mencatat unsafe
abortion memberikan kontribusi hingga 50 persen pada angka kematian ibu
di Indonesia.
Seharusnya, kata Moha, perlu disediakan pelayanan
abortus yang aman sehingga bisa mengurangi AKI. Jika sampai saat ini
legalisasi masih menjadi kontroversi berbagai kalangan.
"Sebagian
kalangan menganggap legalisasi abortus hanya membuka peluang
liberalisasi seksual. Tapi sebagian kalangan memandang bahwa abortus
diperbolehkan asal ada indikasi medis maupun non medis, seperti kasus
perkosaan yang berdampak pada psikologi-sosial, serta alasan lainnya
yang dapat dibenarkan menurut HAM. Kami memandang bahwa abortus bisa
dilakukan dengan merujuk pada UU RI Nomer 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan," jelas Moha.
Abortus menjadi alternatif pilihan bagi kehamilan yang tidak diinginkan (KTD).
KTD
yang dimaksud adalah kehamilan yang jika dilanjutkan akan memiliki
dampak psikososial yang berat. Meski demikian, Moha mengatakan abortus
harus dilakukan oleh tenaga medis dengan persyaratan yang harus dipenuhi
oleh calon abortus.
"Misalnya usia kehamilan
belum masuk usia kurang dari 16 minggu serta sangat dianjurkan abortus
harus diiringi dengan konseling oleh konselor yang handal dan
bertanggung jawab," ujarnya.
Komisi 9 DPR RI Sesalkan Praktik Abosrsi di Sulut
Editor: Andrew_Pattymahu
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger