Film Animasi
Alasan Kualitas Animasi Merah Putih: One For All Dikritik, Budget Miliaran Ternyata Kejar Deadline
Film animasi Merah Putih: One for All produksi Perfiki Kreasindo baru-baru ini merilis trailer.
TRIBUNMANADO.CO.ID - Film animasi Merah Putih: One for All tengah menjadi bahan perbincangan hangat warganet.
Sejak trailer perdananya dirilis dan menyebar di berbagai platform mulai YouTube hingga media sosial reaksi publik pun bermunculan.
Sebagian penonton mengapresiasi semangat nasionalisme yang diusung, namun tak sedikit yang menyoroti kualitas animasi yang dinilai masih kaku.
Gerakan 11 karakter dalam cuplikan terlihat terpatah-patah, dengan gestur yang belum sepenuhnya luwes.
Baca juga: Akhirnya Terungkap Siapa Pemilik Minimarket Circle K di Indonesia, Hadir Sejak 1986
Karya produksi Perfiki Kreasindo ini digarap oleh produser Toto Soegriwo, disutradarai Endiarto dan Bintang, yang juga merangkap sebagai penulis cerita.
Film dijadwalkan tayang perdana pada Kamis, 14 Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia.
Namun, trailer film ini justru menjadi sorotan karena kualitas animasi yang dianggap kurang matang.
Selain itu, animas film Merah Putih: One For All dinilai terlalu kaku dan jauh tertinggal dibandingkan beberapa film animasi Indonesia lainnya.
Bahkan, film ini dibandingkan dengan Jumbo, yang menjadi salah satu film terlaris di Indonesia.
Kabarnya, film Merah Putih: One For All juga diproduksi dalam waktu relatif singkat, yakni sekitar dua bulan.
Apalagi biaya produksi filmnya disebut mencapai Rp 6,7 miliar, angka yang tergolong besar untuk sebuah film animasi.
Film ini disutradarai Endiarto dan Bintang Takari, dengan mengangkat tema semangat menyambut hari kemerdekaan.
Ceritanya berfokus pada sekelompok anak yang terpilih menjadi Tim Merah Putih untuk menjaga bendera pusaka, bendera yang selalu dikibarkan pada setiap upacara 17 Agustus.
Namun, tiga hari sebelum upacara, bendera tersebut hilang.
Delapan anak dari berbagai latar belakang budaya, seperti Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa, lalu bersatu.
Mereka bersama-sama dalam misi heroik menyelamatkan bendera pusaka yang hilang misterius.
Mereka memulai petualangan menelusuri hutan, menyusuri sungai, hingga menghadapi konflik batin.
Film ini menghabiskan biaya produksi Rp 6,7 miliar, namun cuplikan trailer yang dirilis memperlihatkan animasi kaku dan minim detail.
Banyak warganet menyamakan kualitasnya dengan game jadul atau proyek tugas sekolah.
Produser Toto Soegriwo mengakui pengerjaan film dilakukan kurang dari satu bulan untuk mengejar momen HUT ke-80 Kemerdekaan RI.
Kecepatan produksi ini memicu keraguan terhadap hasil akhir.
Konten kreator YouTube Yono Jambul menemukan sejumlah aset film dibeli dari marketplace seperti Daz3D, termasuk latar “Street of Mumbai” yang dinilai tidak mencerminkan nuansa lokal Indonesia.
Warganet membandingkan film ini dengan Demon Slayer dan animasi lokal Jumbo.
Demon Slayer disebut hanya menghabiskan sekitar Rp 1,8 miliar per episode namun menghadirkan kualitas kelas dunia, sementara Jumbo dinilai berhasil mengangkat standar animasi Indonesia.
Sinopsi Film Animasi Merah Putih: One for All
Dengan durasi 1 jam 10 menit dan kategori SU (Semua Umur), film ini mengisahkan sekelompok anak di sebuah desa yang tengah bersiap menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia.
Dalam sinopsis resminya, dijelaskan bahwa mereka tergabung dalam Tim Merah Putih, sebuah kelompok khusus yang dipercaya menjaga bendera pusaka yang selalu dikibarkan setiap 17 Agustus.
Namun, tiga hari sebelum upacara, bendera tersebut tiba-tiba hilang secara misterius.
Delapan anak dengan latar belakang budaya yang berbeda, yakni Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, dan Tionghoa, kemudian bersatu untuk menjalankan misi penting menemukan kembali bendera itu.
Mereka adalah Neka, Yahya, Nabila Yasmin, Sky, Nathan, Billy, Rangga, dan Bintang.
Perjalanan mereka penuh tantangan, mulai dari menyeberangi sungai, menembus hutan, menghadapi badai, hingga belajar meredam ego masing-masing.
Semua rintangan itu dihadapi demi satu tujuan, yaitu mengibarkan bendera pada Hari Kemerdekaan.
Melalui keberanian, kerja sama, dan kecintaan pada Tanah Air, mereka membuktikan bahwa perbedaan bukanlah penghalang, melainkan sumber kekuatan.
Petualangan ini dilaporkan telah dirangkai dengan momen-momen lucu, tegang, haru, dan menginspirasi.
Film ini diharapkan dapat menjadi tontonan yang sarat pesan persatuan, persahabatan, dan semangat nasionalisme.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
-
Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Manado dan Google News Tribun Manado untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.
Baca berita lainnya di: Google News
WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.