Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kyai Modjo

Ki Jaton Pamungkas, Keturunan ke-6 Kyai Modjo di Tondano Minahasa Tolak Makam Sang Pahlawan Dipindah

Keturunan keenam Pahlawan Nasional Kyai Modjo di Tondano Minahasa, Ki Jaton Pamungkas menolak wacana makam sang pahlawan dipindah ke Jawa.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Frandi Piring
Petrick Sasauw/TribunManado.co.id
KYAI MODJO - Alfian Kyai Demag atau Ki Jaton Pamungkas, keturunan ke-6 Kyai Modjo di Tondano Minahasa menolak makam sang Pahlawan Kyai Modjo dipindahkan ke pulau Jawa. Diketahui makam Kyai Modjo berada di Desa Kembuan, Tondano Utara, Minahasa, Sulut. 

Penjaga Makam Kyai Modjo Tolak Keras Wacana Pemindahan

Penjaga makam sekaligus keturunan kelima dari Kyai Modjo, Arbo Baderen (67) menolak wacana pemindahan tempat peristirahatan terakhir sang pahlawan.

Saat ditemui makam pada Senin (28/7/2025), Arbo menyampaikan penolakannya.

Ia menilai pemindahan makam tidak hanya mengusik ketenangan leluhurnya tetapi juga melukai perasaan para keturunan dan masyarakat Kampung Jawa Tondano (Jaton).

"Saya secara pribadi tidak setuju," ujar Arbo dengan suara lantang sambil menghentakkan kakinya sebagai bentuk penegasan sikap.

Selama lebih dari tiga dekade ia mengabdi sebagai penjaga makam, belum pernah ada wacana semacam itu. 

Ia mempertanyakan kenapa isu ini baru muncul sekarang.

"Selama saya jaga dari tahun 90-an, tidak pernah ada pembicaraan soal pemindahan. Kenapa sekarang baru dibahas?" ucapnya.

SOSOK - Arbo Baderen, penjaga makam Pahlawan Kyai Modjo di Tondano, Minahasa, Sulut. Meski di usia senja, ia tetap semangat menjaga dan merawat makam sang leluhur.
SOSOK - Arbo Baderen, penjaga makam Pahlawan Kyai Modjo di Tondano, Minahasa, Sulut. Meski di usia senja, ia tetap semangat menjaga dan merawat makam sang leluhur. (Tribun Manado/Petrick Sasauw)

Kyai Modjo bukan sekadar tokoh sejarah yang dimakamkan di tanah Minahasa, melainkan sudah menjadi bagian dari masyarakat lokal. 

Para pengikut Kyai Modjo yang dibuang ke Minahasa pada masa kolonial Belanda telah menikah dengan warga setempat dan melahirkan generasi penerus yang kini tersebar di Kampung Jaton.

"Beliau sudah punya banyak turunan di sini. Makam itu bukan hanya batu nisan, tapi simbol sejarah dan identitas kami. Saya sangat menolak keras, biarpun tentara atau polisi yang datang saya tetap menolak," tegas Arbo. (Pet)

-

Baca juga: 3 Berita Populer Sulut: Wacana Pemindahan Makam Kyai Modjo hingga Harapan Nelayan di Sangihe

 

 


 
 
 

 

 

 
 

 
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved