Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

KKB Papua

KKB Papua Generasi Milenial Lebih Sadis, Pemuka Agama hingga Guru Jadi Korban

Kaum milenial yang menjadi anggota KKB Papua dinilai semakin brutal. Pemuka agama hingga guru jadi korban penyerangan dan kekerasan.

|
Editor: Frandi Piring
Facebook TPNPB
KKB PAPUA - Kelompok KKB Papua Egianus Kogoya. Diberitakan KKB Papua Milenial Kini Lebih Sadis. Pemuka Agama hingga Guru Jadi Korban. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kaum milenial yang menjadi anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua dinilai semakin brutal dan tak lagi menjunjung adat istiadat lokal atau di Papua sendiri. 

Tim Satgas Damai Cartenz menyebut kelompok KKB milenial bahkan menyerang pemuka agama, merudapaksa guru, hingga membunuh warga Papua sendiri.

Kepala Satgas Damai Cartenz 2025, Brigjen Faizal Ramdhani, mengungkapkan bahwa KKB kini telah memasuki generasi ketiga dengan karakteristik jauh berbeda dari pendahulunya.

Apabila generasi KKB tahun 1960 hingga awal 2000-an masih memegang nilai adat dan etika perang tradisional, kelompok baru justru mengabaikan semua norma tersebut.

"Generasi milenial ini pelakunya berusia 30-an ke bawah. Mereka tak lagi memegang adat Papua. Dulu, KKB tidak pernah menyakiti guru, pemuka agama, atau tenaga kesehatan. Sekarang, itu semua dilanggar," ujar Faizal kepada wartawan di Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Brigjen Faizal mencontohkan kasus tragis yang pernah terjadi beberapa tahun lalu, saat para guru dikumpulkan di rumah dinas dan diperkosa oleh mantan murid mereka sendiri yang kini bergabung dengan KKB.

"Yang memperkosa ya anak-anak muridnya dulu. Semua nilai adat dilanggar," katanya.

Lanjut Brigjen Faizal menegaskan, KKB milenial aktif di lima dari 14 kabupaten rawan konflik di Papua dan tak segan membunuh sesama orang Papua.

“Dulu, kelompok senior tidak akan beraksi saat hari Minggu atau Desember karena menghormati bulan ibadah. Sekarang, hari apa pun mereka beraksi,” ujarnya.

Motivasi para anggota KKB generasi baru dinilai lebih sporadis dan tidak berlandaskan ideologi kuat. Narasi "Papua Merdeka" masih digaungkan, tetapi menurut Faizal, ada faktor lain yang ikut memicu, seperti kemiskinan, pengangguran, dan akses pembangunan yang minim.

“Pasti ada faktor-faktor ikutan. Keterbatasan lapangan kerja, ketimpangan pembangunan, dan frustrasi sosial ikut menyumbang kenapa mereka bergabung,” tambahnya.

Satgas Damai Cartenz menyerukan kolaborasi antarlembaga untuk menanggulangi radikalisasi ini.

“Polri dan TNI tidak bisa bekerja sendiri. Butuh sinergi semua pemangku kebijakan untuk menangani persoalan Papua secara menyeluruh,” tegas Brigjen Faizal.

-

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

 

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved