Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Tambang Nikel Raja Ampat

Terungkap! Ini 4 Pemilik Tambang Nikel di Raja Ampat, dari Swasta hingga Anak Usaha BUMN

Berdasarkan analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di tiga pulau itu membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami khas.

Kompas.com/Nabilla Ramadhian
TAMBANG NIKEL - Pemerintah pusat mulai menanggapi sorotan publik soal tambang nikel di Raja Ampat. Menteri LHK dan Menteri ESDM siap evaluasi izin dan tinjau langsung lokasi tambang. Apa dampaknya bagi kawasan konservasi dunia itu? 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Di balik keindahan surgawi Raja Ampat, Papua Barat, tersimpan kisah kontroversial tentang aktivitas pertambangan yang mengusik harmoni alam.

PT Gag Nikel, anak perusahaan milik negara PT Aneka Tambang Tbk (Antam), menjadi pemilik utama tambang nikel di Pulau Gag sebuah pulau kecil yang masuk dalam kawasan Kabupaten Raja Ampat.

Beroperasi sejak 2018, tambang ini menyimpan potensi ekonomi besar namun juga menuai penolakan dari sebagian masyarakat adat dan pemerhati lingkungan.

Baca juga: Berita Heboh Sulawesi Utara Sepekan: Pembunuhan di Bolmong, Siswa Dianiaya Puluhan Pelajar di Manado

Mata yang Akhirnya Terbuka Terhadap Nasib Masa Depan <a href='https://manado.tribunnews.com/tag/raja-ampat' title='Raja Ampat'>Raja Ampat</a>

Dari royalti yang dipersoalkan hingga ancaman terhadap ekosistem laut dan pariwisata, keberadaan tambang nikel di jantung kawasan konservasi dunia kini menjadi perdebatan nasional.

Aktivitas penambangan dan hilirisasi nikel di Raja Ampat, Papua, menjadi sorotan publik, terutama setelah sejumlah aktivis Greenpeace Indonesia melakukan aksi protes dalam acara Indonesia Critical Minerals Conference and Expo di Hotel Pullman, Jakarta, pada Selasa, 3 Juni 2025.

Tiga aktivis Greenpeace bersama seorang perempuan asli asal Papua membentangkan spanduk saat Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno tengah menyampaikan sambutannya.

Mereka menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak buruk aktivitas tambang nikel di Raja Ampat terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.

Greenpeace Indonesia menyebut, sejak tahun lalu, lembaganya menemukan pelanggaran aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, seperti di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.

Berdasarkan analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di tiga pulau itu membabat lebih dari 500 hektar hutan dan vegetasi alami khas.

Selain itu, beberapa dokumentasi menunjukkan terjadinya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir.

Peristiwa yang diduga terjadi akibat pembabatan hutan dan pengerukan tanah itu berpotensi merusak karang dan ekosistem perairan Raja Ampat.

Pemilik tambang nikel Raja Ampat

Berdasarkan data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), ada empat perusahaan pemilik tambang nikel Raja Ampat dengan aktivitas operasi di Pulau Gag dan pulau-pulau di sekitarnya. 

Keempat perusahaan telah mengantongi izin usaha pertambangan atau IUP.

Namun, hanya tiga perusahaan yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).

1. PT Gag Nikel

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved